Bukan Prancis, Luca Zidane mantap bela Aljazair di Piala Afrika 2025

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Nama Zidane selalu identik dengan Prancis dan kejayaan sepak bola Eropa. Namun bagi Luca Zidane, kisah hidupnya justru membawanya kembali ke akar keluarga. Kiper berusia 27 tahun itu memutuskan membela timnas Aljazair, pilihan yang lahir dari kedekatan emosional dan ikatan darah yang kuat.

Meski sempat memperkuat timnas Prancis di level junior, Luca akhirnya mantap membela Aljazair dan kini menjadi bagian penting skuad Les Fennecs di Piala Afrika 2025.

“Ketika saya memikirkan Aljazair, yang saya ingat adalah kakek saya. Sejak kecil, budaya Aljazair sudah sangat kental dalam keluarga kami,” ujar Luca Zidane kepada BeIN Sports France, Kamis (25/12).

Bagi Luca, keputusan tersebut bukan sekadar pilihan karier, melainkan perjalanan batin. Dukungan sang kakek menjadi fondasi terkuat langkah besarnya.

“Dia mendukung saya. Dia berkata, ‘Hati-hati, ini pilihanmu. Saya bisa memberi saran, tetapi keputusan akhir ada di tanganmu,’” ungkap Luca.

Ia mengaku selalu berbicara dengan sang kakek setiap kali mendapat panggilan timnas. Dukungan itu membuatnya yakin telah memilih jalan yang tepat.

“Dia sangat bahagia. Setiap kali saya dipanggil tim nasional, dia menelepon dan bilang bahwa saya membuat keputusan yang benar dan dia bangga kepada saya.”

Keputusan Luca mengganti kewarganegaraan di usia 27 tahun memang terbilang mengejutkan. Sejak awal karier, ia dikenal berusaha membangun identitas sendiri, bahkan dengan memilih posisi penjaga gawang, berbeda dari sang ayah Zinedine Zidane yang merupakan gelandang legendaris.

Setelah resmi membela Aljazair, kepercayaan langsung diberikan kepadanya. Luca dipercaya sebagai kiper utama, termasuk pada laga pembuka Grup E Piala Afrika 2025 saat Aljazair menang 3-0 atas Sudan. Menariknya, sang ayah menyaksikan langsung laga tersebut dari tribun.

Meski laga berjalan relatif nyaman, Luca sempat mencatatkan satu penyelamatan krusial ketika skor masih 1-0, menggagalkan peluang berbahaya dari Yaser Awad.

Ia menegaskan bahwa sejak pertama kali federasi dan pelatih Aljazair menghubunginya, hatinya sudah mantap. Keluarga besar pun menyambut keputusan itu dengan penuh kebanggaan.

Zinedine Zidane sendiri dikenal sebagai salah satu pemain terbaik sepanjang masa. Ia membawa Prancis menjuarai Piala Dunia 1998, Euro 2000, meraih Ballon d’Or 1998, serta mengangkat Liga Champions 2002 bersama Real Madrid. Karier internasionalnya memang ditutup dengan kartu merah kontroversial di final Piala Dunia 2006, namun warisannya tetap abadi.

Kini, Luca Zidane—yang bermain untuk Granada setelah meniti karier di Real Madrid—menjalani bab baru. Jika di level klub ia hanya mengenakan nama “Luca”, bersama timnas Aljazair ia memilih mengenakan nama “Zidane” di punggung seragam.

“Bagi saya, bisa menghormati kakek saya dengan bergabung bersama tim nasional sangatlah penting. Seragam berikutnya dengan nama di punggung itu akan saya dedikasikan untuknya,” tutur Luca.

Di balik nama besar Zidane, Luca membuktikan bahwa sepak bola bukan hanya soal warisan, tetapi juga tentang identitas, keberanian memilih, dan kesetiaan pada hati.

Sumber: ANTARA

Bagikan

Mungkin Kamu Suka