Jakarta (KABARIN) - Psikolog anak dan remaja, Vera Itabiliana, menekankan pentingnya keluarga menciptakan suasana yang aman agar anak merasa nyaman untuk bercerita dan terbuka dengan orang tua. Menurutnya, rasa aman ini menjadi kunci utama agar komunikasi dalam keluarga bisa terjalin dengan baik.
"Keluarga perlu menumbuhkan suasana aman di mana anak bisa berbicara apapun tanpa takut dihakimi, dimarahi, atau diremehkan. Komunikasi ini tidak terjadi tiba-tiba, tapi dibangun dari kebiasaan sehari-hari," ujar Vera saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu.
Vera menyarankan agar orang tua memulai dengan hal sederhana, seperti mendengarkan anak tanpa langsung menilai atau memberi nasihat. Selain itu, penting bagi orang tua untuk menunjukkan empati dan rasa ingin tahu yang tulus terhadap apa yang sedang dirasakan anak.
Ia juga menyarankan agar keluarga memiliki waktu khusus untuk ngobrol santai tanpa gangguan gawai. Kebiasaan ini, kata Vera, bisa membantu memperkuat kedekatan emosional dan membuat anak merasa lebih dihargai. “Jangan pernah menyepelekan cerita anak, sekecil apapun itu,” tambahnya.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya juga menyoroti pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan sekolah dalam membentuk karakter anak yang sehat secara emosional. KPAI merekomendasikan berbagai langkah pencegahan ekstremisme di kalangan pelajar, mulai dari deteksi dini, penguatan dukungan psikososial, hingga penerapan budaya sekolah yang ramah anak.
Komisioner KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, mengungkapkan keprihatinannya atas peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta yang diduga melibatkan seorang siswa sebagai pelaku.
"Peristiwa ini tidak hanya mencederai rasa aman di lingkungan pendidikan, tetapi juga menunjukkan adanya tantangan serius dalam membangun budaya sekolah yang ramah anak dan antikekerasan," katanya.
KPAI menemukan bahwa pelaku menunjukkan perubahan perilaku signifikan dalam beberapa bulan terakhir, seperti menjadi lebih tertutup dan sering mengakses konten bernada radikal di internet. Motifnya diduga berasal dari kombinasi antara masalah emosi pribadi dan pengaruh narasi ekstrem di ruang digital.
Dari kasus ini, Vera menegaskan bahwa rumah seharusnya menjadi tempat pertama di mana anak merasa aman untuk berbicara dan didengarkan. Dengan komunikasi yang terbuka dan penuh empati, keluarga bisa menjadi benteng utama dalam mencegah anak terjerumus pada perilaku negatif atau berisiko.