Ramallah (KABARIN) - Wacana Israel membangun ribuan unit permukiman baru di wilayah Tepi Barat kembali menuai sorotan. Rencana pembangunan sekitar sembilan ribu unit di bagian tengah Tepi Barat disebut berpotensi mengancam kawasan Yerusalem dan sekitarnya.
Pemerintah kegubernuran Yerusalem menilai proyek tersebut sebagai langkah berbahaya karena menyasar lahan Bandara Internasional Yerusalem beserta area di sekelilingnya.
"Otoritas pendudukan Israel berupaya mewujudkan rencana permukiman berbahaya di atas lahan Bandara Internasional Yerusalem dan kawasan sekitarnya," ungkap pemerintah kegubernuran Yerusalem dalam sebuah pernyataan, Senin (15/12).
Menurut pernyataan itu, rencana tersebut dipandang sebagai ancaman langsung bagi hubungan geografis dan demografis antara Yerusalem dan Kota Ramallah. Pembangunan permukiman baru dikhawatirkan akan memutus keterhubungan wilayah Palestina yang selama ini sudah tertekan.
Wilayah yang disebut bakal terdampak antara lain kawasan padat penduduk Palestina seperti Kafr Aqab, Qalandia, Al Ram, Beit Hanina, dan Bir Nabala. Kawasan ini selama ini menjadi penyangga penting antara Yerusalem dan daerah Palestina lainnya.
Pemerintah kegubernuran Yerusalem juga menilai langkah Israel ini semakin memperkuat upaya pemisahan dan isolasi Yerusalem dari lingkungan Palestina di sekitarnya. Kebijakan tersebut bahkan disebut "merusak setiap cakrawala politik yang didasarkan pada Solusi Dua Negara."
Dalam waktu dekat, sebuah komite Israel dijadwalkan menggelar pertemuan untuk membahas percepatan proyek permukiman tersebut. Pertemuan itu juga akan membicarakan kemungkinan penetapan sejumlah area khusus untuk mendukung pembangunan.
Dari sisi pendanaan, Kementerian Keuangan Israel dikabarkan telah mengajukan permintaan pengalihan dana sebesar 16 juta shekel atau sekitar Rp83 miliar. Dana itu disebut akan digunakan untuk merehabilitasi lahan tercemar, termasuk area Bandara Internasional Yerusalem, agar proyek bisa segera berjalan.
Pemerintah kegubernuran Yerusalem memperingatkan bahwa jika rencana ini direalisasikan, dampaknya akan sangat besar. Proyek tersebut dinilai berpotensi menciptakan kantong permukiman yang memisahkan Yerusalem bagian utara dari lingkungan Palestina di sekitarnya.
Sebelumnya, Komisi Perlawanan Kolonisasi dan Tembok yang merupakan badan resmi Palestina mengungkapkan bahwa Israel telah menyita lahan seluas 2.800 dunam di Tepi Barat pada November lalu melalui "pendudukan dan perintah perampasan serta perubahan batas lahan negara."
Di tingkat internasional, Perserikatan Bangsa Bangsa berulang kali menegaskan bahwa pembangunan permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki melanggar hukum internasional dan menghambat peluang terwujudnya Solusi Dua Negara.
Pada Juli lalu, Mahkamah Internasional atau ICJ juga mengeluarkan pendapat penting yang menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina sebagai tindakan ilegal. ICJ menyerukan agar seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur dikosongkan.