Bangkok (KABARIN) - Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul mengumumkan penundaan sementara kesepakatan damai dengan Kamboja setelah terjadinya ledakan ranjau di wilayah perbatasan yang melukai dua prajurit Thailand.
"Semua yang kita lakukan harus dihentikan segera. Saya telah menginstruksikan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri untuk bertindak sesuai dengan kepentingan Thailand ke depannya," kata Anutin, seperti disiarkan Thai PBS.
Insiden tersebut terjadi saat dua personel militer menjalankan patroli rutin di wilayah perbatasan Thailand-Kamboja. Ledakan itu menyebabkan satu prajurit kehilangan kaki, sementara rekannya mengalami cedera berat di kepala. Kasus ini menjadi insiden ketujuh sejak Mei lalu, dan enam prajurit Thailand lainnya dilaporkan cacat akibat kejadian serupa.
Pemerintah Thailand menilai kejadian itu menunjukkan adanya upaya provokasi dari pihak Kamboja. "Saya mendukung penuh angkatan bersenjata Thailand dan akan menyokong tindakan apapun yang mereka anggap pantas saat ini," ujar Anutin.
Namun, Kamboja membantah tuduhan bahwa ranjau tersebut dipasang oleh tentaranya. Pihak mereka menyebut pasukan Thailand secara tidak sengaja masuk ke wilayah Kamboja yang masih dipenuhi ranjau lama sisa perang saudara.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja memang belum benar-benar mereda sejak konflik bersenjata pecah pada Juli 2025, yang melibatkan serangan udara dan artileri dari kedua pihak. Konflik tersebut baru berhenti setelah kedua negara mencapai gencatan senjata pada awal Agustus dan menandatangani kesepakatan damai beberapa hari kemudian.
Baik Thailand maupun Kamboja sebenarnya merupakan penandatangan Traktat Ottawa, perjanjian internasional yang melarang penggunaan dan penyimpanan ranjau anti-personel. Kesepakatan ini telah berlaku sejak 1999 setelah ditandatangani di Kanada pada 1997.