Hiu paus yang terdampar dua kali di Purworejo tersebut merupakan individu yang sama dengan hiu paus yang terdampar di Pantai Cemoro Sewu,
Semarang (KABARIN) - Seekor hiu paus jantan berukuran 5,2 meter ditemukan mati terdampar di Pantai Pasir Puncu, Desa Keburuhan, Kecamatan Ngombol, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (8/12) pagi. Temuan ini langsung menghebohkan warga karena hiu paus (Rhincodon typus) merupakan satwa laut raksasa yang statusnya dilindungi penuh di Indonesia.
Dwi Suprapti dari Yayasan Sealife Indonesia menjelaskan bahwa saat ditemukan, hiu paus tersebut sudah tidak bernyawa. "Hiu paus merupakan ikan terbesar di dunia. Sejak tahun 2013, ikan dengan ciri khas totol putih pada kulit punggungnya itu dilindungi penuh di Indonesia melalui Keputusan Menteri KP No. 18/Kepmen-KP/2013, mengingat tren populasinya yang kian menurun," ujarnya, Selasa.
Sebelum mati, hiu paus ini ternyata sudah beberapa kali terlihat dalam kondisi lemah. Sehari sebelumnya, Minggu (7/12), hewan ini sempat terdampar di Pantai Roro Inten, Desa Pagak, Ngombol, sekitar pukul 05.00 WIB. Warga belum sempat mengevakuasi ketika ombak menyeretnya kembali ke laut. Dugaan sementara, hiu ini adalah individu yang sama yang dua hari sebelumnya terdampar di Pantai Cemoro Sewu, Yogyakarta, pada 6 Desember 2025. Saat itu ia masih hidup meski terlihat sangat lemah, sebelum akhirnya didorong kembali ke perairan oleh tim gabungan. Kondisinya yang memburuk membuatnya kembali terseret arus hingga akhirnya ditemukan mati di Purworejo.
Bangkai hiu paus ini pertama kali ditemukan oleh dua nelayan yang hendak melaut dan langsung dilaporkan ke pemerintah desa. Laporan tersebut diteruskan ke Pos AL Purworejo, Polsek Ngombol, DLHP Purworejo, dan LPSPL Serang Wilker Yogyakarta. Tim gabungan segera menuju lokasi bersama dokter hewan dari DKPP Purworejo dan tim dari Yayasan Sealife Indonesia. "Ikan ini beratnya sekitar 1 ton, untuk memindahkannya menggunakan satu alat berat milik Dinas PUPR Purworejo ke area vegetasi pantai untuk dikubur," ujar Dwi.
Sebelum dikubur, tim melakukan nekropsi atau pemeriksaan organ dalam untuk mencari tahu penyebab kematiannya. Secara luar, tidak ditemukan luka mencurigakan, hanya bekas luka melepuh di bagian ekor. "Secara umum, kondisinya sudah kode 3 artinya bangkai mulai membusuk. Diperkirakan hiu paus ini mati lebih dari 24 jam," jelas Dwi. Organ tubuh bagian dalam pun tidak menunjukkan kelainan khusus, namun lambungnya ditemukan penuh udang rebon yang belum tercerna. Sampel diambil untuk uji toksikologi karena dugaan awal mengarah pada toksikasi, tetapi hasil pastinya masih menunggu pemeriksaan laboratorium.
Dalam tiga tahun terakhir, LPSPL Serang Wilker Yogyakarta mencatat 24 kasus hiu paus terdampar di pesisir selatan Jawa, mulai dari Pandeglang hingga Purworejo. Menurut Budi Raharjo dari LPSPL, kejadian paling sering terjadi pada September hingga Februari, dengan puncak pada Oktober dan November. Kondisi ini berkaitan dengan pola oseanografi seperti upwelling yang menurunkan suhu laut sekaligus meningkatkan makanan alami hiu paus.
Mochamad Iqbal Herwata Putra dari Konservasi Indonesia mengatakan bahwa perubahan iklim juga berperan mengubah distribusi mangsa, meningkatkan cuaca ekstrem, angin kencang, dan gelombang tinggi. Faktor-faktor ini bisa membuat hiu paus tersesat atau terdampar. Selain itu, ancaman yang berasal dari aktivitas manusia, termasuk by-catch, tabrakan dengan kapal, hingga pencemaran, juga ikut memperbesar risiko. Bahkan pernah ada kasus hiu paus di Kebumen yang terbukti keracunan logam berat.
Kasus terdamparnya hiu paus di Purworejo ini kembali mengingatkan pentingnya perlindungan ekosistem laut dan peningkatan pemantauan di wilayah rawan agar satwa megafauna seperti hiu paus bisa tetap bertahan di perairan Indonesia.