Parkir di Braga selalu bermasalah? Ternyata sudah sejak 1950-an!

waktu baca 4 menit

Bandung (KABARIN) - Akhir November 2025, isu parkir di Jalan Braga mencuat kembali, menyusul peristiwa yang viral di media sosial ketika seorang juru parkir liar mematok tarif Rp15 ribu kepada pengendara mobil di kawasan jalan ikonik Kota Bandung itu.

Peristiwa itu dinilai mengkhawatirkan mengingat Jalan Braga sejak era Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sudah dibuat konsep ala Malioboro-nya Yogyakarta atau Kawasan Khao San Road, Bangkok, Thailand, sehingga kunjungan wisatawan, baik domestik maupun internasional, terus meningkat. Terlebih lagi saat akhir pekan, pengunjung pun sulit berjalan meski telah ditetapkan car free day.

Citra Jalan Braga sebagai kawasan favorit wisatawan dikhawatirkan akan tercoreng dengan praktik juru parkir liar tersebut.

Jika menelisik sejarah, permasalahan parkir di Jalan Braga, ternyata sudah muncul sejak tahun 1950-an.

Dari surat kabar harian Berbahasa Belanda, De Prenger Bode terbitan Sabtu 11 April 1953, permasalahan parkir Di Jalan Braga disampaikan melalui pembaca. Berikut ini kutipannya:

"Masalah Parkir menanggapi hal ini hari-hari muncul di majalah Anda judul tentang lalu lintas di Bandung, aku ingin mendengar kabar darimu ambil, yang sebenarnya adalah persisnya niatnya adalah, tidak diperbolehkan parkir di kedua sisi djalan Raya, yaitu untuk toko 'De Matahari".

Hal ini membuat pengendara sepeda motor dipaksa ke Alun-alun di depan untuk memarkir kantor pos, yang sering menyebabkan penyumbatan mencegah dan untuk orang yang sebenarnya harus pergi ke kantor pos pada dasarnya adalah gangguan besar.

Apakah di jalan yang disebutkan tidak untuk bersih pengaturan parkir telah dibuat bisa seperti di Braga, dengan kemungkinan lalu lintas satu arah dan tepat sebelum lampu lalu lintas tidak harus berhenti jika seseorang belok kanan di Pasar Baru? Ini terutama untuk lalu lintas cepat jen solusi raksasa. Is bvn,. e_.--_cn-ingsverkeer di Bantjeuj untuk ekspres waktu sampai pukul 14.30 diperlukan, mengingat jalan yang agak lebar? -LHL-

Pembaca lain mengirimkan tulisan masih di koran yang sama:

Trotoar untuk pejalan kaki Mengenai sistem parkir baru di Braga, saya ingin bertanya apakah tidak disarankan untuk melarang lalu lintas lambat di jalan ini juga.

Menurut pendapat saya, akan menjadi peningkatan yang signifikan jika pejalan kaki, polisi lalu lintas, dan pesepeda dilarang di sini. Merekalah yang biasanya menyebabkan kemacetan paling banyak, yang seringkali menyebabkan situasi yang tidak ada harapan.

Selain itu, pesepeda tidak berjalan di trotoar untuk sementara waktu, dan mereka juga menyebabkan gangguan terus-menerus bagi pejalan kaki. Seharusnya sudah menjadi kebiasaan bagi kategori pengguna jalan tertentu untuk memarkir sepeda mereka, misalnya, di belakang gedung Den Haag dan memenuhi alun-alun tanpa sepeda.

Saya tidak mengerti mengapa tidak ada tindakan yang diambil oleh polisi untuk mengatasi hal ini. -M.vd.B.-

Parkir berbiaya

Kemudian Surat Kabar Preanger Bode tanggal 04-08-1954 membuat berita dengan judul "Parkir di Braga Kini Berbiaya, Anda akan membayar setengah rupiah. Para penjaga sepenuhnya bertanggung jawab, atas kendaraan yang dititipkan."

Isi beritanya menyebutkan:

Untuk mengakhiri kondisi semrawut di Braga terkait parkir mobil dan motor-di mana para pengendara mobil maupun motor kurang lebih dipaksa mempercayakan kendaraannya kepada penjagaan anak-anak jalanan tertentu jika tidak ingin mengambil risiko menemukan kendaraan mereka kembali dalam keadaan rusak-Pemerintah Kota Bandung telah memutuskan untuk, sebagai percobaan, melelang pengelolaan Jalan Braga.

Seperti yang telah diumumkan melalui iklan, berdasarkan keputusan tanggal 29 Juli, hak untuk memungut biaya parkir di Jalan Braga-mulai dari persimpangan empat dekat Jalan Lembong hingga Jalan Raya Timur-telah diberikan kepada Tuan Mohamad Ali di Bandung.

Para pengendara mobil dan motor kini diwajibkan membayar biaya sebesar Rp 0,50 saat memarkir kendaraannya di Jalan Braga, sedangkan pemilik kendaraan umum bermotor roda tiga cukup membayar Rp 0,25.

Peraturan parkir ini berlaku dari pukul tujuh pagi hingga tengah malam dan tidak berlaku untuk sepeda, becak, dan delman. Kendaraan-kendaraan tersebut tidak diperbolehkan menggunakan area parkir tersebut.

Sebagai konsekuensi dari kewajiban "penyewa" tempat parkir untuk membayar biaya parkir, terdapat pula kewajiban dari pihak penyewa lahan/penyelenggara, yang antara lain mencakup tanggung jawab penuh atas kendaraan yang dipercayakan kepada penjagaannya.

Para penjaga berseragam akan memastikan kendaraan Anda tidak mengalami goresan, dop roda tetap berada di tempatnya, dan tidak ada bagian lain yang hilang. Jika hal itu tetap terjadi, maka penyelenggara parkir wajib menanggung kerugiannya.

Sebagai penjaga hanya akan diangkat orang-orang berusia di atas delapan belas tahun, dan area parkir tidak boleh digunakan untuk tujuan lain selain memarkir kendaraan.

Peraturan ini berlaku sementara hingga 1 Desember tahun ini.

Pemberitaan di atas tersebut sekaligus menegaskan bahwa jejak sejarah permasalahan parkir di Jalan Braga itu bukan persoalan baru. Dari tahun 1953 sudah ada dan terus berlanjut sampai sekarang.

Parahnya saat ini muncul pemberitaan juru parkir liar yang menerapkan tarif yang "kurang ajar" pula.

Jalan Braga menjadi pendulum antara kepadatan ruas jalan, ketidakteraturan hingga magnet kunjungan yang terus meningkat.

Saatnya, Pemkot Bandung menata persoalan parkir di Bandung agar tidak muncul lagi juru parkir ilegal yang pada akhirnya mencoreng nama Kota Kembang sebagai kota wisata.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka