Jakarta (KABARIN) - DPR akhirnya merampungkan proses panjang penyusunan aturan baru terkait tata kelola ruang udara di Indonesia. Melalui Rapat Paripurna Ke-9 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026, para anggota dewan sepakat untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara menjadi undang-undang setelah melewati tahap pembahasan di panitia khusus.
Persetujuan itu diberikan dalam rapat di kompleks parlemen Jakarta pada Selasa setelah Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menanyakan langsung kepada seluruh anggota yang hadir. Semua fraksi setuju tanpa perdebatan berarti.
“Apakah dapat disetujui menjadi undang-undang?” kata Dasco yang dijawab setuju.
Ketua Panitia Khusus RUU Pengelolaan Ruang Udara Endipat Wijaya menjelaskan bahwa aturan baru ini tersusun dalam delapan Bab dengan 63 Pasal. Seluruh substansi sudah diselaraskan antara pemerintah dan DPR lalu dirangkum ke dalam Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM.
Total ada 581 DIM yang dibahas, terdiri dari 353 DIM batang tubuh, 205 DIM penjelasan, dan 23 DIM tambahan yang berasal dari pemerintah maupun fraksi DPR. Dari proses panjang tersebut lahirlah delapan poin baru yang menjadi penguatan dalam aturan baru ini.
Poin pertama menegaskan peran masyarakat dalam mengawal pengelolaan ruang udara, termasuk memberi masukan terhadap kegiatan yang punya dampak lingkungan serta ikut menjaga keamanan dan keselamatan area udara.
Poin kedua memastikan bahwa pemanfaatan ruang udara juga bisa digunakan untuk pengembangan ekonomi, pariwisata, pendidikan, hingga teknologi penerbangan dan komunikasi.
Poin ketiga memperkuat kerja sama nasional maupun internasional untuk penguasaan serta pengembangan teknologi terkait ruang udara.
Poin keempat membahas penetapan status kawasan udara dengan memperhatikan kebutuhan penerbangan sipil yang terintegrasi melalui konsep flexible use airspace sehingga ruang udara bisa digunakan bersama secara fleksibel.
Poin kelima memberi landasan hukum baru terkait mekanisme penindakan terhadap pelanggaran wilayah udara Indonesia mengingat ancaman pergerakan udara semakin kompleks dan membutuhkan aturan yang lebih tegas.
Poin keenam mengatur bahwa riset atau penelitian perguruan tinggi asing di Indonesia wajib bekerja sama dengan lembaga nasional dan melibatkan peneliti lokal.
Poin ketujuh menegaskan kewenangan penyidik Polri, penyidik pegawai negeri sipil, serta penyidik perwira TNI AU dalam kasus pelanggaran di kawasan udara terbatas, terlarang, dan area militer.
Poin kedelapan menetapkan ketentuan pemidanaan bagi pelanggaran ruang udara Indonesia sebagai upaya memberi efek jera dan mencegah pelanggaran berulang.