Jakarta (KABARIN) - Kementerian Pariwisata menilai bahwa Undang-Undang (UU) Kepariwisataan baru akan memperkuat sektor pariwisata menjadi pilar pembangunan nasional.
"UU No. 18 Tahun 2025 menekankan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan harus bersifat berkualitas, inklusif, adaptif, inovatif, sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan keterbaruan,” kata Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana dalam keterangan resmi yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Widiyanti mengatakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dihadirkan untuk menyesuaikan regulasi dengan perkembangan zaman dan tantangan yang ada.
UU Kepariwisataan yang baru menghadirkan beberapa perubahan mendasar yang lebih relevan dengan dinamika dan kebutuhan sektor pariwisata saat ini. Pertama, pergeseran konsep industri menjadi ekosistem kepariwisataan.
Hal ini mengubah cara pandang dari sekadar kumpulan usaha pariwisata menjadi sistem holistik terpadu dan saling ketergantungan. UU ini lebih inklusif, memberi ruang bagi masyarakat setempat serta seluruh elemen dalam ekosistem pariwisata untuk terlibat secara aktif.
Kedua, fokus pada destinasi yang berkualitas di mana diperkenalkan atau diubahnya ketentuan mengenai pengelolaan destinasi pariwisata. Pengelolaan ini harus dilakukan secara efektif, profesional, akuntabel, dan berkelanjutan.
Pengelolaan destinasi pariwisata wajib didasarkan pada penguatan ekonomi, inovasi, dan mitigasi bencana, yang sebelumnya kurang diatur secara rinci.
Hal berikutnya yang dibahas yakni penguatan promosi pariwisata berbasis budaya dan Diaspora. UU menekankan penguatan citra pariwisata nasional melalui promosi berbasis budaya, pemanfaatan diaspora Indonesia, dan kolaborasi lintas kementerian yang menandakan upaya lebih terpadu dan strategis dalam pemasaran global.
Ia melanjutkan pada UU Nomor 18 Tahun 2025 disebutkan manfaat yang akan dirasakan pelaku industri pariwisata sangat signifikan karena UU dirancang menciptakan ekosistem bisnis yang lebih kondusif, terencana, dan berkelanjutan.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga dapat memberikan insentif kepada pelaku usaha pariwisata. Insentif ini dapat berupa insentif fiskal seperti keringanan pajak daerah, retribusi, atau fasilitasi pembiayaan yang dapat mengurangi beban operasional dan investasi industri.
Ada juga insentif nonfiskal seperti kemudahan perizinan, penyediaan sarana-prasarana penunjang, atau fasilitasi promosi yang mempercepat proses bisnis dan meningkatkan daya saing serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU itu juga mengatur soal pariwisata berbasis masyarakat lokal. Masyarakat lokal kini tidak hanya menjadi objek pariwisata, tetapi juga pelaku aktif yang berperan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan.
Pendekatan ini bertujuan memberdayakan komunitas agar mereka dapat menikmati manfaat ekonomi dan sosial dari sektor pariwisata.
“Mari kita jadikan UU Nomor 18 Tahun 2025 ini sebagai momentum untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” ujar Menpar Widiyanti.