Kairo (KABARIN) - Layanan Informasi Negara Mesir (SIS) menegaskan bahwa kesepakatan gas alam baru dengan Israel benar-benar bersifat komersial dan sama sekali tidak ada implikasi politik, menepis kabar media yang menyatakan sebaliknya.
Kepala SIS, Diaa Rashwan, menjelaskan bahwa kesepakatan ini adalah “transaksi komersial murni” yang dilakukan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan investasi. Kesepakatan melibatkan perusahaan energi internasional seperti Chevron asal AS, serta perusahaan Mesir yang bergerak di bidang energi, tanpa “campur tangan langsung pemerintah.”
Rashwan menambahkan bahwa kesepakatan ini mendukung tujuan strategis Mesir untuk memperkuat posisinya sebagai pusat perdagangan gas regional, dengan dukungan pabrik pencairan gas canggih dan infrastruktur transportasi gas yang memadai.
Ia juga memperingatkan terhadap apa yang disebutnya sebagai “kampanye bermusuhan media” yang mencoba mempolitisasi kesepakatan tersebut. “Waktu pelaksanaannya tidak mengubah sifat komersialnya,” tegas Rashwan.
Mesir pun menegaskan tetap berpegang pada dukungan mereka terhadap perjuangan Palestina, termasuk solusi dua negara, penentangan terhadap pengusiran paksa, serta peran diplomatik negara itu dalam upaya rekonstruksi Gaza.
Kesepakatan gas ini sebelumnya disetujui Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu (17/12) dengan nilai mencapai 112 miliar shekel (sekitar 34,7 miliar dolar AS). Netanyahu menyebutnya sebagai “kesepakatan gas alam terbesar dalam sejarah Israel.” Menteri Energi Israel, Eli Cohen, menyebut persetujuan ini sebagai “momen bersejarah” baik secara diplomatik maupun ekonomi.
Sebelumnya, pada Agustus 2025, pihak berwenang Mesir menjelaskan bahwa kesepakatan ini adalah amendemen dari perjanjian 2019, yang memperpanjang pasokan gas Israel ke Mesir hingga 2040.