Jakarta (KABARIN) - OpenAI membuka lowongan jabatan eksekutif baru yang fokus mengkaji dan mengantisipasi berbagai risiko dari penggunaan kecerdasan buatan (AI). Tugasnya bukan main-main, mulai dari isu keamanan siber sampai dampak AI terhadap kesehatan mental penggunanya.
Dilansir dari Tech Crunch, Senin, CEO OpenAI Sam Altman mengakui perkembangan model AI saat ini mulai memunculkan tantangan nyata. Tantangan itu termasuk potensi pengaruh terhadap kondisi psikologis manusia, sekaligus kemampuan AI dalam menemukan celah keamanan serius di sistem digital.
Posisi baru ini diberi nama Head of Preparedness. Perannya adalah menjalankan kerangka kesiapsiagaan OpenAI untuk memantau dan mempersiapkan diri menghadapi kemampuan AI yang berpotensi menimbulkan risiko besar.
Menurut OpenAI, posisi tersebut krusial untuk memastikan pengembangan teknologi AI tetap berada di jalur aman, baik bagi pengguna maupun bagi stabilitas sistem global secara keseluruhan. Soal kompensasi, OpenAI menawarkan gaji hingga 555.000 dolar AS per tahun, ditambah kepemilikan saham perusahaan.
Sebenarnya, OpenAI sudah membentuk tim kesiapsiagaan sejak 2023. Tim ini bertugas mempelajari berbagai risiko besar, mulai dari ancaman langsung seperti penipuan daring, hingga risiko yang lebih ekstrem dan spekulatif, termasuk potensi penyalahgunaan senjata nuklir.
Namun, seiring waktu, sejumlah tokoh penting di bidang keselamatan OpenAI justru berpindah peran atau meninggalkan perusahaan. Kepala kesiapsiagaan sebelumnya, Aleksander Madry, dialihkan ke posisi yang berfokus pada penalaran AI. Sementara itu, beberapa petinggi lain memilih keluar atau kini tak lagi menangani isu keamanan dan kesiapsiagaan.
Belum lama ini, OpenAI juga memperbarui kerangka kesiapsiagaannya. Perusahaan menyebut bisa saja menyesuaikan standar keselamatan jika ada pesaing yang merilis model AI berisiko tinggi tanpa perlindungan serupa.
Di sisi lain, chatbot AI generatif kini semakin disorot publik, terutama terkait dampaknya terhadap kesehatan mental. OpenAI bahkan sempat menghadapi gugatan hukum setelah ChatGPT dituding memicu delusi, meningkatkan isolasi sosial, hingga mendorong sebagian pengguna ke tindakan bunuh diri.
Menanggapi hal tersebut, OpenAI menegaskan terus berupaya meningkatkan kemampuan ChatGPT dalam mengenali tanda-tanda tekanan emosional, sekaligus mengarahkan pengguna untuk mendapatkan dukungan emosional di dunia nyata.
Sumber: Tech Crunch