Jakarta (KABARIN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa penangkapan Gubernur Riau Abdul Wahid berawal dari laporan masyarakat.
“Tim KPK kemudian menindaklanjuti dengan mengumpulkan bahan keterangan lainnya di lapangan,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.
Tanak menjelaskan laporan tersebut jadi bukti nyata kontribusi masyarakat dalam mendukung pemberantasan korupsi, khususnya kasus dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.
Salah satu informasi awal yang diperoleh KPK adalah adanya pertemuan di sebuah kafe di Pekanbaru, Riau pada Mei 2025. Pertemuan itu membahas kesanggupan pemberian uang kepada Abdul Wahid setelah disetujui penambahan anggaran tahun 2025 untuk Unit Pelaksana Teknis Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPRPKPP Riau.
Anggaran semula Rp71,6 miliar kemudian naik menjadi Rp177,4 miliar atau bertambah Rp106 miliar. Sebelumnya, pada 3 November 2025, KPK memastikan Abdul Wahid dan delapan orang lainnya ditangkap dalam operasi tangkap tangan atau OTT.
Pada 4 November 2025, Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam menyerahkan diri ke KPK. Pada hari yang sama, lembaga antirasuah itu memastikan sudah menetapkan tersangka, meski detailnya belum diumumkan ke publik.
Akhirnya, pada 5 November 2025, KPK resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPRPKPP Riau M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Dani M. Nursalam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.