Jakarta (KABARIN) - KPK kembali membeberkan peran tiga orang yang kini dicegah bepergian ke luar negeri terkait penyelidikan dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 hingga 2024.
Ketiganya adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khususnya Ishfah Abidal Aziz atau Gus Alex, serta pemilik biro perjalanan Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi pada akhir 2023.
“Pertama, terkait dengan adanya kuota haji tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi pada saat lawatan Presiden Republik Indonesia. Saat itu tahun 2023 akhir,” ungkap Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK dalam keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Tambahan kuota ini sejatinya diberikan untuk mempercepat antrean keberangkatan haji reguler di Indonesia. Berdasarkan aturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya mengikuti porsi 92 persen untuk jemaah reguler dan delapan persen untuk jemaah haji khusus.
Namun KPK menduga ketiga nama tersebut justru berperan dalam pembagian kuota tambahan dengan skema berbeda yang dibagi rata 50 persen. Asep menyebut adanya aliran dana yang muncul setelah pembagian tersebut. Ia menegaskan bahwa dana tersebut berasal dari setoran jemaah dan seharusnya masuk ke BPKH.
Penyelidikan resmi dimulai pada 9 Agustus 2025 setelah KPK mengumumkan dugaan korupsi kuota haji dan berkoordinasi dengan BPK untuk menghitung nilai kerugian negara.
Dua hari kemudian, lembaga antirasuah itu memaparkan bahwa estimasi awal kerugian negara telah menembus lebih dari Rp1 triliun. Bersamaan dengan itu, Yaqut, Gus Alex, dan Fuad dicegah bepergian ke luar negeri.
Pada perkembangan berikutnya, KPK juga menduga kasus ini turut melibatkan sekitar 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji. Temuan-temuan ini semakin menguatkan dugaan adanya penyimpangan besar dalam proses penyelenggaraan haji.
Di sisi lain, Pansus Angket Haji DPR RI pernah menemukan kejanggalan serupa dalam pelaksanaan haji 2024, terutama terkait kebijakan pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah yang juga diterapkan dengan pembagian 50 berbanding 50 antara haji reguler dan haji khusus. Pola ini tidak sesuai aturan yang tercantum dalam undang-undang yang mengatur bahwa porsi haji khusus hanya delapan persen.
Penyelidikan KPK masih berjalan dan ketiga nama tersebut terus berada dalam daftar pencegahan ke luar negeri selama proses hukum berlangsung.
Editor: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Copyright © KABARIN 2025