Istanbul (KABARIN) - Setelah lebih dari empat tahun diliputi ketidakpastian politik dan konflik berkepanjangan, Myanmar akhirnya kembali menggelar pemilihan umum. Pemungutan suara fase pertama dimulai pada Minggu pagi waktu setempat, menandai pemilu pertama sejak kudeta militer yang mengguncang negara tersebut pada 2021.
Sebanyak 102 kota kecil ambil bagian dalam fase awal ini. Proses pemilu akan berlanjut ke fase kedua dan ketiga yang dijadwalkan pada 11 dan 25 Januari mendatang. Sejak pukul 6 pagi, warga di wilayah yang ditetapkan mulai mendatangi tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak pilih mereka.
Pemilu ini berlangsung di tengah bayang-bayang sejarah kelam kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi. Partai tersebut sebelumnya meraih kemenangan besar dalam pemilu 2020, namun kemudian dibubarkan bersama puluhan partai lain pada 2023.
Meski begitu, dinamika politik Myanmar belum sepenuhnya mati. Setidaknya enam partai politik tetap ikut serta dalam fase pertama pemilu kali ini dengan total 4.963 kandidat. Di tingkat regional, lebih dari 50 partai bersaing memperebutkan kursi legislatif. Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP) yang didukung militer tercatat mengajukan sekitar 1.018 kandidat.
Myanmar sendiri menganut sistem parlemen bikameral dengan total 664 kursi, terdiri dari 440 kursi majelis rendah dan 224 kursi majelis tinggi. Setelah seluruh tahapan pemilu selesai, parlemen diwajibkan bersidang dalam waktu tiga bulan untuk memilih ketua dan presiden, sebelum akhirnya membentuk pemerintahan baru.
Namun, pesta demokrasi ini berlangsung di tengah realitas pahit. Sejak kudeta, negara dengan lebih dari 54 juta penduduk itu terus diguncang konflik bersenjata antara militer dan kelompok etnis bersenjata. Ribuan nyawa melayang dan lebih dari 3,5 juta orang terpaksa mengungsi dari tempat tinggal mereka.
Pemilu kali ini pun menjadi sorotan dunia internasional—antara harapan akan stabilitas dan kekhawatiran akan legitimasi politik. Bagi masyarakat Myanmar, pencoblosan ini bukan sekadar proses politik, melainkan cermin kerinduan akan masa depan yang lebih aman dan damai.
Editor: Suryanto
Copyright © KABARIN 2025