Jakarta (KABARIN) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jakarta menilai kasus tayangan "Xpose Uncensored" di Trans7 terkait santri, kiai, dan pesantren dapat menjadi momentum untuk memperkuat peran lembaga penyiaran sebagai media yang terpercaya, bukan sekadar mengejar viralitas.
“Persaingan dengan media baru bukan alasan untuk mengabaikan etika. Justru televisi harus menjadi penjaga nilai di tengah derasnya arus konten bebas di internet," kata Ketua KPID Jakarta Rizky Wahyuni dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Dia mengatakan kasus tayangan Trans7 menjadi peringatan keras bagi industri televisi sekaligus refleksi. Televisi, sambung dia, bukan media untuk menyalin tren viral di media sosial dan menayangkannya di televisi.
“Televisi yang baik bukan hanya yang paling ramai ditonton, rating share-nya tinggi, tetapi harus pula yang paling dipercaya publik,” ujar Rizky.
Dia menegaskan penyiaran yang sehat harus mengedepankan fungsi edukasi dan penghormatan terhadap keberagaman sebagaimana diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
Menurut dia, program "Xpose Uncensored" menampilkan simbol agama dan lembaga pesantren secara tidak seharusnya, melanggar P3 Pasal 6 serta SPS Pasal 16 ayat (1) dan (2) yang mengatur penghormatan terhadap nilai dan norma agama serta penghormatan terhadap Lembaga pendidikan.
Konten siaran tersebut bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan kesopanan publik, sekaligus melanggar regulasi.
"Ini bukan hanya sekadar kesalahan teknis, tapi bentuk kelalaian terhadap tanggung jawab etik penyiaran,” tegas Rizky.
Dia menuturkan meskipun tayangan tersebut merupakan produksi pihak eksternal dan bukan konten jurnalistik, lembaga penyiaran tetap wajib memastikan setiap program yang tayang mematuhi standar isi siaran.
Lebih lanjut, dia mengatakan rumah produksi yang bekerja sama dengan lembaga penyiaran sering kali tidak memahami regulasi P3 dan SPS serta prinsip dasar etika penyiaran.
“Kreativitas produksi harus tetap berpijak pada etika moral. Banyak pelaku kreatif yang menganggap televisi sama seperti media sosial, padahal frekuensi siaran adalah milik publik," tutur Ruzky.
Sementara itu, Direktur Produksi Trans7 Andi Chairil meminta maaf kepada seluruh keluarga besar pondok pesantren di Indonesia atas penayangan "Xpose Uncensored" pada 13 Oktober 2025.
Dia mengatakan telah melakukan pemutusan hubungan kerja sama dengan rumah produksi yang membuat konten tersebut.
Selain itu, Trans7 juga menindak tegas pihak internal yang terkait dengan program tersebut.