Pungutan liar di Tebet Eco Park adalah contoh penyalahgunaan ruang publik

waktu baca 2 menit

"Ini merupakan bentuk penyalahgunaan ruang publik dan mencederai semangat awal taman tersebut"

Jakarta (KABARIN) - Anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth menyoroti dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh komunitas fotografer di Tebet Eco Park, Jakarta Selatan. Ia menilai tindakan itu sebagai bentuk penyalahgunaan ruang publik dan bertentangan dengan semangat awal pembangunan taman yang seharusnya bisa dinikmati semua warga secara gratis.

"Saya menyikapi serius terkait adanya laporan pungutan liar sebesar Rp500 ribu yang diduga dilakukan oleh sebuah komunitas fotografer terhadap pengunjung Tebet Eco Park," kata Kenneth di Jakarta, Rabu.

Menurut pria yang akrab disapa Bang Kent itu, taman publik seperti Tebet Eco Park seharusnya menjadi ruang hijau inklusif dan bebas biaya, bukan tempat mencari keuntungan pribadi.

"Jika benar terjadi, ini merupakan bentuk penyalahgunaan ruang publik dan mencederai semangat awal taman tersebut, yaitu ruang terbuka hijau yang inklusif, gratis, dan bisa diakses semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi," ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Tebet Eco Park dibangun menggunakan dana APBD DKI Jakarta yang bersumber dari pajak masyarakat. Karena itu, seluruh fasilitas di taman tersebut adalah milik publik yang tidak boleh dikomersialisasi tanpa izin resmi.

"Harus dipahami bahwa Tebet Eco Park ini dibangun dari uang pajak masyarakat Jakarta. Tidak boleh ada individu, kelompok, atau komunitas mana pun yang mengkomersialkan area taman secara sepihak," tegas anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu.

Menurut Bang Kent, pungutan seperti ini bisa menimbulkan kesan bahwa ruang publik hanya untuk mereka yang mampu membayar, padahal prinsip utama taman kota adalah keadilan akses untuk semua warga.

Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) serta Unit Pengelola Kawasan Tebet Eco Park. Menurutnya, segala aktivitas berbau komersial di ruang publik harus diawasi ketat agar tidak memunculkan praktik pungli.

Karena itu, Kenneth mendesak Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan praktik pungli tersebut.

"Pemerintah harus menelusuri secara mendalam apakah benar ada pungutan liar ini, siapa yang terlibat, dan bagaimana mereka bisa beroperasi di ruang publik tanpa adanya pengawasan. Jika terbukti, harus ada sanksi tegas, baik administratif maupun hukum," katanya.

Lebih lanjut, ia meminta Pemprov DKI untuk menata ulang mekanisme perizinan aktivitas fotografi komersial di ruang publik agar ada kejelasan batas antara kegiatan profesional dan aktivitas rekreasi masyarakat.

Baca juga: Tebet Eco Park gratis untuk aktivitas warga!

Bagikan

Mungkin Kamu Suka