Tiga hakim kasus CPO dituntut 12 tahun penjara karena terima suap

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Tiga hakim yang sempat menjatuhkan vonis lepas dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2022 kini justru duduk di kursi terdakwa. Mereka adalah hakim ketua Djuyamto serta dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.

Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10), jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Syamsul Bahri Siregar, menuntut ketiganya dengan hukuman 12 tahun penjara.

“Kami menuntut agar para terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama,” kata Syamsul Bahri di persidangan.

Selain hukuman penjara, JPU juga menuntut denda masing-masing sebesar Rp500 juta, subsider enam bulan kurungan. Tak hanya itu, mereka juga diwajibkan membayar uang pengganti dari hasil suap yang diterima.

Djuyamto dituntut membayar Rp9,5 miliar, sedangkan Ali dan Agam masing-masing Rp6,2 miliar, dengan hukuman tambahan lima tahun penjara jika uang itu tidak dibayar.

Ketiganya dinilai melanggar Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam tuntutannya, jaksa menilai ketiga hakim telah mencoreng nama baik lembaga peradilan. “Perbuatan para terdakwa tidak mendukung program penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga yudikatif,” ujar JPU.

Namun, jaksa juga mencatat sejumlah hal yang meringankan, antara lain karena ketiganya belum pernah dihukum, bersikap kooperatif, dan mengakui perbuatannya selama proses hukum berjalan.

Dalam perkara ini, ketiga hakim disebut menerima suap total Rp21,9 miliar yang diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama, Djuyamto menerima Rp1,7 miliar sementara Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar. Tahap kedua, Djuyamto mendapat Rp7,8 miliar, sedangkan Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.

Uang tersebut diduga diterima bersama mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Secara keseluruhan, total uang suap yang diterima para pihak mencapai Rp40 miliar atau sekitar 2,5 juta dolar AS.

Suap itu disebut berasal dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei, yang merupakan advokat dan perwakilan perusahaan besar di kasus ekspor CPO, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka