Jakarta (KABARIN) - Bunga Rafflesia terkenal sebagai bunga terbesar di dunia, tapi ukurannya bukan satu-satunya yang bikin orang terpesona.
Saat mekar, Rafflesia justru mengeluarkan bau menyengat mirip bangkai, tapi ada alasan biologis yang keren di balik itu. Aroma ini sebenarnya strategi Rafflesia untuk bertahan hidup dan bereproduksi di alam.
Rafflesia mengandalkan bau busuk untuk menarik lalat, kumbang, dan serangga lain yang biasanya mencari makanan dari benda membusuk. Serangga inilah yang nantinya membantu memindahkan serbuk sari dari bunga jantan ke bunga betina.
Berbeda dengan bunga seperti mawar atau melati yang wangi manis untuk memikat lebah dan kupu-kupu, Rafflesia justru “mengundang” serangga dengan aroma bangkai karena bunganya tidak menghasilkan madu.
Ciri paling mudah dikenali dari Rafflesia adalah bau menyengat saat bunga mekar. Pada fase ini, lalat bangkai akan ramai mengerubungi bunga mencari makanan, dan tanpa disadari mereka membawa serbuk sari antar bunga jantan dan betina.
Proses penyerbukan ini sangat penting karena Rafflesia adalah tumbuhan parasit. Tanpa daun atau akar yang berfungsi, ia tidak bisa fotosintesis dan sepenuhnya bergantung pada organisme inang untuk bertahan hidup.
Aroma khas Rafflesia biasanya bertahan lima sampai tujuh hari, setelah itu bunga mulai layu. Uniknya, Rafflesia punya kelamin terpisah antara jantan dan betina, jadi agar penyerbukan berhasil, kedua bunga harus mekar bersamaan dan lokasinya idealnya tidak lebih dari 1,6 kilometer. Dengan begitu serangga bisa berpindah dari satu bunga ke bunga lain dengan mudah.
Dengan memahami cara penyerbukan dan alasan aroma busuknya, kita bisa lihat bahwa Rafflesia bukan cuma bunga raksasa berbau menyengat, tapi juga bagian penting dari ekosistem hutan tropis. Keunikan ini membuat keberadaannya harus dijaga supaya peran dan pesonanya tetap lestari untuk generasi mendatang.