Gaza terdesak: Hanya ada dua pilihan "hidup atau mati" di tengah kepungan tank Israel

waktu baca 3 menit

Gaza (KABARIN) - Asap tebal dan bau ledakan menyelimuti langit Gaza City saat deretan tank Israel bergerak lebih dalam ke kota. Tembakan artileri dan serangan udara nyaris tanpa henti menambah ketegangan, menjadikan operasi darat ini salah satu yang terbesar sejak konflik antara Israel dan Hamas meletus.

Pagi harinya, warga sudah menerima peringatan keras. Pamflet-pamflet disebar, mendesak mereka mengungsi ke selatan dan memperingatkan bahwa Gaza City kini menjadi “zona pertempuran yang brutal.”

Namun bagi ribuan warga, situasinya tetap membingungkan dan menakutkan. Pertanyaan yang muncul pun sederhana tapi mengerikan: ke mana harus pergi dan bagaimana bisa selamat dari serangan yang terus berlangsung?

“Kami pikir bagian barat Gaza City akan aman, tapi pengeboman mengikuti kami ke mana-mana,” kata Mahmoud al-Zard, 45 tahun, ayah dari lima anak. “Tidak ada lagi tempat yang aman.” Keluarga al-Zard sudah pernah mengungsi saat rumah mereka di Shuja’iyya hancur. Kini, mereka harus keluar lagi dari tenda tempat berlindung, membawa sedikit barang dan air, sambil terus hidup dalam ketakutan.

Di jalanan, pemandangan mengerikan terlihat di distrik Al-Rimal, yang biasanya ramai. Kini kota itu seperti kota hantu, dengan fasad hancur dan puing berserakan. Keluarga-keluarga berdesakan di mobil, truk, dan bahkan kereta keledai, diiringi sirene ambulans. Setiap upaya melarikan diri menjadi pertaruhan antara hidup dan mati.

Tragedi terus terjadi. Pada Rabu, serangan drone Israel menghantam sebuah kendaraan yang membawa pengungsi dekat Rumah Sakit Al-Shifa, menewaskan sedikitnya 13 orang. Sehari sebelumnya, lima orang tewas setelah mobil mereka terbakar. Petugas medis kewalahan, hampir mustahil mencapai lokasi serangan karena bom terus jatuh.

“Kami sering menemukan seluruh keluarga terkubur di bawah puing-puing. Setiap menit penundaan bisa memakan korban nyawa,” ujar petugas kedaruratan Mohammed Samih. Otoritas kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 98 orang tewas dalam 24 jam terakhir, membawa total korban tewas menjadi 65.062 orang, dengan 165.697 orang luka-luka.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Selasa (16/9) menyampaikan ultimatum keras: “Jika Hamas tidak membebaskan sandera dan melucuti senjatanya, Gaza akan dihancurkan dan menjadi hamparan nisan.” Hamas menanggapinya dengan mengecam serangan itu sebagai “babak baru dalam perang genosida dan pembersihan etnis secara sistematis.”

Rumah sakit di Gaza kini kewalahan. Di Rumah Sakit Al-Shifa, dokter dan tenaga medis harus menghadapi gelombang korban luka yang datang bertubi-tubi, dengan pasokan listrik, bahan bakar, dan perlengkapan medis yang menipis. Direktur jenderal otoritas kesehatan Gaza, Munir al-Bursh, memperingatkan, “Sistem kesehatan kami berada di ambang kehancuran.”

“Foto-foto dari Gaza menceritakan kisahnya: mayat-mayat di bawah reruntuhan, anak-anak yang dihantui kelaparan dan ketakutan, rumah sakit yang runtuh menimpa staf dan pasiennya,” kata al-Bursh. Ia menekankan bahwa situasi ini adalah “ujian moral dan hukum bagi dunia.”

Bagikan

Mungkin Kamu Suka