Jakarta (KABARIN) - Perguruan tinggi di Indonesia kembali menunjukkan bahwa mereka bukan hanya pusat ilmu pengetahuan, tapi juga garda depan kemanusiaan. Melalui 28 posko bencana dan dukungan dari 11 kampus lainnya, dunia pendidikan ikut turun langsung membantu penanganan darurat di wilayah Sumatera yang tengah dilanda bencana.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menegaskan bahwa kekuatan kampus bukan hanya pada riset atau inovasi, tetapi juga keberanian dan kepedulian saat masyarakat membutuhkan.
“Perguruan tinggi adalah kekuatan kemanusiaan. Kehadiran akademisi, peneliti, dan mahasiswa di lapangan adalah bukti bahwa ilmu dan teknologi harus bekerja untuk masyarakat,” ujar Brian.
Menurutnya, seluruh sumber daya kampus kini bergerak cepat dan terkoordinasi, memastikan bantuan tepat sasaran.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, menjelaskan bahwa Kemendiktisaintek terus berkoordinasi dengan kampus-kampus di wilayah terdampak untuk memastikan bantuan terdistribusi dengan baik.
Di Aceh, beberapa kampus bahkan sudah mendirikan posko sejak hari pertama bencana. Universitas Syiah Kuala (USK) menjadi salah satu yang paling aktif dengan membuka posko di Pidie, Bireuen, dan Meulaboh.
Tak hanya itu, USK juga mengirimkan empat surveyor TDMRC untuk pemetaan lapangan serta 15 dokter residen dari berbagai spesialisasi seperti bedah, anak, anestesi, penyakit dalam, hingga ortopedi. Tim ini menjadi tenaga medis pertama yang mengambil alih layanan darurat di RSUD Meureudu-Pidie Jaya setelah badai Cyclone Senyar menerjang Aceh.
Kampus lain seperti Universitas Teuku Umar (UTU) juga bergerak cepat menyalurkan bantuan ke wilayah Aceh Barat dan Nagan Raya, terutama daerah yang aksesnya masih terhambat dan belum menerima bantuan secara merata.
Khairul menegaskan bahwa penempatan posko dan relawan disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Mulai dari tenaga medis, dukungan logistik, hingga bantuan teknis terus diperluas agar masyarakat di wilayah terdampak bisa mendapatkan pertolongan dengan cepat dan merata.
“Ini penting agar respons kemanusiaan lebih efisien, cepat, dan tepat sasaran,” ujarnya.
Gerak cepat perguruan tinggi ini menjadi bukti bahwa dunia akademik punya peran besar dalam aksi solidaritas nasional—bukan hanya lewat ilmu, tapi juga lewat aksi nyata di lapangan.