HAI nilai pemilihan Kapolri tanpa persetujuan DPR bakal bermasalah

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Pendiri Haidar Alwi Institute R Haidar Alwi menilai rencana pemilihan Kapolri langsung oleh Presiden tanpa persetujuan DPR menimbulkan masalah serius dari sisi konstitusi dan demokrasi.

Menurut Haidar, Polri adalah institusi koersif dengan wewenang besar dalam penyidikan, keamanan, dan penegakan hukum sehingga keterlibatan DPR penting untuk memastikan akuntabilitas dan integritas calon Kapolri.

“Menghilangkan mekanisme itu berarti membuka pintu bagi dominasi politik sepihak dan mengubah Polri menjadi alat kekuasaan, bukan lembaga profesional yang melayani kepentingan publik," ungkap Haidar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan gagasan itu baru bisa diterapkan jika kerangka hukum diubah melalui amandemen UUD 1945 dan revisi UU Polri. Amandemen diperlukan untuk menyesuaikan hubungan eksekutif dan legislatif, terutama terkait pengawasan terhadap institusi koersif negara.

Setelah itu, revisi UU Polri bisa menghapus syarat persetujuan DPR. Namun Haidar menilai secara politik hal itu hampir mustahil karena amandemen UUD butuh dukungan dua pertiga anggota MPR dan prosesnya panjang.

“Amandemen UUD memerlukan dukungan dua per tiga anggota MPR dan butuh proses panjang,” ungkapnya.

"Masyarakat sipil juga pasti menolak karena perubahan tersebut akan terbaca sebagai tanda kembalinya konsentrasi kekuasaan eksekutif yang mengancam reformasi," imbuhnya.

Dampak institusionalnya juga serius karena Presiden bisa mengontrol Polri secara absolut, meningkatkan risiko politisasi keamanan, dan menurunkan profesionalitas kepolisian. Haidar menegaskan bahwa ide pengangkatan Kapolri tanpa DPR bukan hanya bermasalah secara hukum, tapi juga berbahaya bagi demokrasi.

“Apa yang tampak sebagai penyederhanaan mekanisme birokrasi sesungguhnya merupakan rekonstruksi besar yang berpotensi meruntuhkan keseimbangan kekuasaan negara,” ucapnya.

Sebelumnya, Kapolri periode 2001-2005 Jenderal Pol Purn Da’i Bachtiar menyoroti mekanisme pemilihan Kapolri, khususnya soal keterlibatan DPR.

"Presiden harus mengirimkan ke DPR untuk minta persetujuan. Nah, ini juga jadi pertanyaan. Apakah masih perlu aturan itu? Tidakkah sepenuhnya kewenangan prerogatif dari seorang Presiden memilih calon Kapolri dari persyaratan yang dipenuhi dari Polri itu sendiri? Tidak perlu membawa kepada forum politik gitu, melalui DPR," ujar Da'i Bachtiar.

Ia menilai proses persetujuan DPR bisa menjadi beban bagi Kapolri terpilih dan berpotensi menimbulkan balas jasa politik yang mengganggu independensi kepolisian. Ia menekankan bahwa pandangannya hanya salah satu masukan, dan keputusan evaluasi pemilihan Kapolri tetap berada di tangan komisi terkait.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka