Jakarta (KABARIN) - Pergantian tahun Masehi selalu jadi momen spesial bagi banyak orang. Bukan cuma soal hitung mundur dan pesta kembang api, tapi juga waktu untuk menutup satu bab kehidupan dan membuka lembaran baru dengan harapan yang lebih segar.
Di berbagai negara, malam tahun baru dirayakan dengan cara yang berbeda. Ada yang penuh pesta, ada pula yang memilih refleksi diri. Namun di balik kemeriahan itu, perayaan tahun baru punya cerita panjang yang sudah berlangsung ribuan tahun.
Tradisi ini tidak muncul begitu saja. Sejarah mencatat bahwa perayaan tahun baru berkembang seiring perjalanan peradaban manusia dan diwariskan lintas generasi.
Hadir sejak 4.000 tahun lalu
Jejak perayaan tahun baru bisa ditelusuri hingga sekitar 4.000 tahun silam. Bangsa Babilonia menjadi salah satu peradaban pertama yang dikenal merayakan datangnya tahun baru, sekitar 1696 sampai 1654 sebelum Masehi.
Saat itu, penentuan waktu perayaan mengacu pada vernal equinox atau titik saat matahari melintasi garis khatulistiwa. Momen ini biasanya terjadi pada pertengahan Maret dan dianggap sebagai awal siklus kehidupan baru karena bertepatan dengan perubahan musim.
Bangsa Babilonia memaknai tahun baru lewat ritual keagamaan yang sakral. Salah satunya adalah festival Akitu yang berlangsung selama 11 hari. Setiap harinya diisi dengan rangkaian upacara dan kegiatan yang punya makna tersendiri.
Akar 1 Januari sebagai awal tahun
Jauh sebelum 1 Januari dikenal sebagai awal tahun, bangsa Romawi Kuno menggunakan kalender buatan Romulus, pendiri kota Roma. Kalender ini hanya terdiri dari 10 bulan dengan total 304 hari dan dimulai dari bulan Martius atau Maret.
Perubahan kemudian dilakukan oleh Numa Pompilius, raja kedua Roma, yang menambahkan dua bulan baru yakni Januarius dan Februarius. Langkah ini membuat sistem penanggalan Romawi menjadi lebih lengkap.
Pada 46 sebelum Masehi, Julius Caesar melakukan reformasi besar dengan menyusun kalender baru. Ia bekerja sama dengan Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Alexandria, Mesir.
Sosigenes menyarankan agar kalender didasarkan pada peredaran matahari seperti yang digunakan bangsa Mesir Kuno. Dari sinilah lahir sistem satu tahun dengan 365 hari dan penetapan 1 Januari sebagai awal tahun.
Nama Januari sendiri berasal dari Dewa Janus, sosok dalam mitologi Romawi yang melambangkan awal dan akhir sekaligus penjaga gerbang. Untuk menghormatinya, bangsa Romawi merayakan malam pergantian hari dari 31 Desember menuju 1 Januari. Kalender ini kemudian dikenal sebagai Kalender Julian.
Tahun baru Masehi
Meski Kalender Julian sudah digunakan lebih awal, penanggalan Masehi belum langsung diberlakukan saat itu. Kalender Masehi baru resmi digunakan pada 1582 ketika Paus Gregorius XIII memperkenalkannya sebagai penyempurnaan Kalender Julian.
Dalam sistem ini, tahun kelahiran Yesus Kristus ditetapkan sebagai titik awal penanggalan atau tahun 1 Masehi. Sejak saat itu, kalender Masehi mulai digunakan secara luas di berbagai belahan dunia.
Seiring waktu, muncul tradisi perayaan malam tahun baru yang dikenal dengan sebutan Sylvester Night. Perayaan ini berlangsung pada malam 31 Desember hingga memasuki 1 Januari dan menjadi bagian dari budaya global yang terus bertahan hingga sekarang.
Dari ritual kuno hingga pesta modern, perayaan tahun baru Masehi adalah hasil perjalanan sejarah panjang yang terus hidup dan berkembang sampai hari ini.
Sumber: ANTARA