Jakarta (KABARIN) - Indonesia menekankan perlunya kerja sama global untuk mengatasi krisis Rohingya yang tidak bisa dipisahkan dari situasi di Myanmar.
Hal ini disampaikan Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi tentang Status Muslim Rohingya dan Minoritas Lainnya di Myanmar yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Selasa waktu setempat.
“Penyelesaian menyeluruh hanya dapat dicapai dengan mengatasi akar permasalahan melalui dialog inklusif, sejalan dengan Five-Point Consensus,” kata Sugiono dalam pernyataan tertulis Kemlu RI di Jakarta.
Sugiono menegaskan bahwa kelompok Rohingya makin rentan karena sering dieksploitasi jaringan kejahatan transnasional, termasuk perdagangan orang dan penyelundupan manusia. Indonesia siap bertindak tegas terhadap jaringan kriminal tersebut, namun ia mengingatkan bahwa tidak ada satu negara pun yang bisa menghadapi masalah ini sendirian.
Menurutnya, ASEAN dan Bali Process harus diperkuat sebagai wadah regional untuk menghadapi migrasi tidak teratur sekaligus melindungi kelompok rentan. Sugiono juga menyerukan kerja sama erat dengan UNODC, UNHCR, dan IOM agar negara yang menampung pengungsi bisa mendapat dukungan berkelanjutan.
Indonesia mendorong negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951, terutama negara maju, agar membuka pintu lebih lebar bagi pengungsi melalui program resettlement di negara ketiga. “Sudah delapan tahun pengungsi Rohingya berada dalam ketidakpastian. Kita tidak boleh membiarkan ini berubah menjadi dekade keputusasaan. Komunitas internasional harus berbagi tanggung jawab,” ujarnya.
Konferensi tingkat tinggi ini digelar berdasarkan mandat Resolusi PBB 79/182 untuk menggerakkan dukungan politik dan menyusun rencana aksi nyata yang menekankan pelindungan hak asasi manusia serta membuka jalan bagi repatriasi Rohingya yang sukarela, aman, dan bermartabat.
ASEAN sendiri sudah merumuskan Konsensus Lima Poin pada KTT ASEAN di Jakarta tahun 2021. Poin itu antara lain menghentikan kekerasan di Myanmar, membuka dialog dengan semua pihak, menugaskan utusan khusus ASEAN untuk memfasilitasi mediasi, memberikan bantuan kemanusiaan, serta mendorong kunjungan utusan khusus ke Myanmar.
Sementara itu, Bangladesh juga menyatakan komitmennya melindungi pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar. Mereka mendorong tekanan internasional agar Myanmar dan Tentara Arakan menghentikan kekerasan, serta memulai proses repatriasi yang berkelanjutan. Selain itu, Bangladesh mengusulkan kehadiran warga sipil internasional untuk membantu memantau stabilisasi di Rakhine.