Yogyakarta (KABARIN) - Pakar Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Ashar Saputra mendorong pemerintah untuk menyusun roadmap nasional evaluasi bangunan pesantren setelah ambruknya mushalla Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo yang menewaskan puluhan orang.
Menurut Ashar, peta jalan ini harus dibuat bersama antara Kementerian Agama, kementerian teknis lain, hingga Kementerian Pendidikan, bahkan bisa melibatkan organisasi kemasyarakatan yang menaungi pondok pesantren. Ia menekankan proses ini memang tidak bisa selesai dalam waktu singkat.
Ashar menyebut peristiwa tragis tersebut menjadi pengingat penting agar semua fasilitas pendidikan, termasuk pesantren, mematuhi standar teknis bangunan. “Bangunan publik sepatutnya memiliki kinerja yang diatur dalam peraturan. Untuk memastikan itu, ada tahapan yang harus dilalui, termasuk perizinan melalui Persetujuan Bangunan Gedung,” jelasnya.
Ia menambahkan sejak diterbitkannya PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, ada evaluasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga fungsi bangunan. Tanpa proses ini, struktur bangunan bisa jauh dari standar keselamatan yang seharusnya.
Berdasarkan pengamatannya, kemungkinan besar mushalla yang runtuh masih dalam tahap konstruksi namun sudah digunakan, sehingga struktur belum stabil. Faktor lain yang memperburuk kondisi, kata Ashar, adalah penambahan lantai tanpa perhitungan ulang, padahal bangunan awalnya hanya dirancang satu lantai.
Soal material, Ashar menjelaskan beton maupun baja sama-sama bisa digunakan asalkan sesuai standar teknis. Material baja punya keunggulan dari sisi mutu karena diproduksi industri dan lebih konsisten. “Keduanya sah asal perencanaan dan pengawasan benar,” ujarnya.
Ia menegaskan peran pesantren dalam mencerdaskan bangsa sangat besar sehingga keselamatan santri harus jadi prioritas. “Keselamatan bukan takdir, tapi bisa dicegah lewat perencanaan dan pengawasan yang baik,” tambahnya.