Jakarta (KABARIN) - Pemerintah Indonesia lagi mengusulkan aturan hukum internasional soal pengelolaan royalti dan hak penerbit untuk karya jurnalistik lewat Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia WIPO. Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas bilang inisiatif ini bertujuan memajukan ekosistem musik supaya para pencipta bisa merasakan manfaat ekonomi dari karya mereka.
“Inisiasi ini sebenarnya kami dorong, salah satunya untuk kemajuan ekosistem musik kita. Karena kalau nilai manfaat ekonomi tidak kita dapatkan, maka tentu kreasi berikutnya tidak bisa kita harapkan,” ujar Supratman.
Usulan yang dikenal sebagai The Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment ini merupakan hasil kolaborasi Kemenkum RI, Kemenlu RI, Kementerian Kebudayaan, dan Kementerian Ekonomi Kreatif.
Supratman menegaskan proposal ini tidak akan bertentangan dengan aturan yang sudah ada di negara lain dan justru akan mendukung negara-negara anggota WIPO yang ikut jadi objek distribusi royalti.
“Saya percaya diri, ini akan berhasil. Kita tidak akan berbenturan secara langsung antara negara-negara besar juga industri yang mereka miliki. Usulan proposal kita justru menciptakan keadilan,” katanya.
Dengan reformasi tata kelola Lembaga Manajemen Kolektif LMK dan LMK Nasional LMKN, kini berbagai industri dan negara tempat industri dilahirkan sudah mulai membangun komunikasi dengan Kemenkum RI. Supratman menambahkan kesuksesan proposal ini sangat bergantung pada gerakan diplomasi multilateral, regional, dan bilateral, sehingga dukungan para diplomat Indonesia di luar negeri jadi sangat penting.
“Dengan begitu, Kemenkum RI menjadi pendobrak saja. Pihaknya secara teknis akan memberikan gambaran, tetapi yang sangat berperan tetap para diplomat. Oleh karena itu, kami perlu mendapat dukungan yang luar biasa dan pertemuan kali ini merupakan langkah nyata yang bisa kami lakukan,” ujar Menkum.
Proposal ini bukan cuma inisiatif Kemenkum, tapi merupakan usulan Pemerintah Indonesia secara keseluruhan yang melibatkan kerja sama lintas sektor demi pembangunan ekosistem musik yang lebih adil dan transparan. Tujuannya supaya royalti yang diterima musisi, komposer, dan pihak terkait industri musik nasional lebih setara.
Kepala Badan Strategi Kebijakan Kemenkum RI Andry Indrady menjelaskan ada tiga pilar utama dalam proposal ini. Pertama, tata kelola royalti lewat kerangka global WIPO termasuk pengelolaan fonogram dan dokumentasi audiovisual, proses perizinan dan penghimpunan royalti, serta pengawasan distribusi royalti.
Kedua, sistem distribusi royalti berbasis pengguna atau user-centric payment yang memberi insentif proporsional. Ketiga, penguatan tata kelola lembaga manajemen kolektif melalui standardisasi negara anggota WIPO yang mengikat secara hukum.
Menurut Andry, proposal ini jadi langkah awal meretas hambatan struktural yang jadi akar ketimpangan dalam sistem kekayaan intelektual global. “Proposal Indonesia mendorong pengadopsian kerangka hukum internasional yang adil, transparan, inklusif, dan berkelanjutan dengan tiga pilar utama,” kata Andry.
Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno memastikan Kemenlu akan mendukung penuh proposal ini agar tata kelola royalti global bisa lebih baik. “Kami siap berada di belakang Kementerian Hukum untuk menyokong dengan segala strategi,” ujarnya.
Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya juga menyatakan dukungannya. Dia bilang reformasi tata kelola royalti penting supaya para pencipta dan pelaku industri musik mendapatkan keadilan, serta manfaat ekonomi digital bisa dibagi secara merata.
“Juga memastikan pembagian manfaat ekonomi digital secara merata dan tentunya untuk menjamin apresiasi yang berkeadilan bagi para pencipta, pemilik hak, dan pelaku industri musik,” ujar Riefky.