Kementan genjot klaster hortikultura untuk hadapi iklim dan hama

waktu baca 5 menit

Jakarta (KABARIN) - Komoditas hortikultura menghadapi tantangan akibat perubahan iklim dan serangan hama-penyakit. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian menerapkan berbagai strategi untuk mengatasinya.

Komoditas hortikultura memainkan peran strategis karena menyediakan pangan bergizi bagi masyarakat, meningkatkan pendapatan petani, dan berkontribusi pada perekonomian nasional.

Sektor hortikultura berkontribusi besar pada perekonomian nasional melalui peningkatan produk domestik bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, dan pendapatan bagi petani, serta potensi ekspor yang meningkatkan devisa negara.

Selain itu, subsektor ini juga berperan dalam mendukung ketahanan pangan nasional, terutama melalui penyediaan sayuran dan buah-buahan.

Bukan hanya itu, sektor hortikultura juga mampu memperkuat ketahanan pangan global. Hanya saja, komoditas hortikultura kini menghadapi tantangan yang kompleks. Pemicunya adalah perubahan iklim yang sulit diprediksi dan serangan organisme pengganggu tanaman.

Kedua faktor itu berpengaruh besar pada produktivitas dan kualitas komoditas hortikultura. Akibat serangan hama, misalnya, produktivitas tanaman anjlok, mutu pun turun.

Klaster hortikultura

Di sisi lain, keterbatasan dalam infrastruktur, input produksi, dan adopsi teknologi modern terus menghambat efisiensi dan daya saing komoditas hortikultura.

Belum lagi masalah pascapanen, seperti kerugian akibat penanganan yang tidak optimal, rantai pasokan yang panjang, dan fasilitas penyimpanan yang terbatas makin memperburuk situasi.

Hal itu karena komoditas hortikultura pada umumnya bersifat perishable atau mudah rusak dan memiliki masa simpan pendek, setelah panen. Itulah sebabnya, produk hortikultura harus segera dikonsumsi atau diolah.

Selain itu, permintaan pasar global terhadap standar kualitas, keamanan pangan, dan sertifikasi memerlukan peningkatan kapasitas petani serta dukungan kebijakan yang konsisten.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Dr Ir Muhammad Taufiq Ratule, MSi menyampaikan hal itu pada simposium internasional hortikultura di Senyum World Hotel, Kota Batu, Jawa Timur (14/10).

Taufiq Ratule menjadi salah satu pembicara utama pada simposium yang diselenggarakan oleh Universitas Brawijaya dan Perhimpunan Hortikultura Indonesia (Perhorti) itu.

Taufiq mengatakan, untuk mengatasi tantangan itu, Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian mendorong pengembangan klaster hortikultura yang memenuhi skala ekonomi.

Pendekatan itu bertujuan mengonsolidasikan produksi, sehingga menjadi lebih terfokus, efisien, dan kompetitif.

Petani hortikultura yang tergabung dalam klaster itu diharapkan mendapatkan berbagai keuntungan, seperti efisiensi biaya, akses terhadap input produksi yang lebih mudah, peningkatan infrastruktur, teknologi, dan keuangan.

Pada prinsipnya klaster hortikultura merupakan program atau kebijakan yang berfokus pada pengembangan kelompok komoditas hortikultura strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani, ekonomi daerah, dan devisa negara melalui sentra produksi yang terorganisir.

Beberapa komoditas strategis itu adalah cabai, bawang merah, buah-buahan, dan tanaman hias. Klaster hortikultura akan memfasilitasi penerapan standar kualitas komoditas, sertifikasi, dan sistem penulusuran, sesuai dengan persyaratan pasar global.

Pendekatan ini sekaligus membuka peluang yang lebih besar untuk kemitraan agribisnis, industri pengolahan, dan pasar ekspor. Untuk mendorong pengembangan hortikultura berbasis klaster, beberapa strategi diprioritaskan, termasuk penyediaan benih unggul yang tahan perubahan iklim.

Strategi lain dalam kebijakan itu adalah pengelolaan hama dan penyakit yang ramah lingkungan. Pengelolaan pertanian yang baik melalui penerapan praktik pertanian yang baik (good agricultural practices).

Demikian pula digitalisasi pertanian melalui platform berbasis teknologi dan konektivitas internet untuk mendukung pemantauan dan pengelolaan sumber daya dari hulu hingga hilir menjadi strategi yang diprioritaskan dalam klaster hortikultura.

Beragam strategi

Pendirian fasilitas pascapanen di wilayah strategis untuk mengurangi biaya logistik dan distribusi yang kerap menjadi penyebab fluktuasi harga.

Selain itu program juga menyasar pembangunan infrastruktur, seperti rumah pengemasan, jalan, dan fasilitas penyimpanan (cold storage) untuk mendukung petani dalam meningkatkan kualitas produk dan keuntungan.

Bagi Kementerian Pertanian, pengembangan fasilitas pengolahan untuk petani kecil dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan nilai tambah, memperpanjang masa simpan, memperluas diversifikasi produk, dan meningkatkan pendapatan petani melalui akses ke pasar dengan nilai tambah yang lebih tinggi.

Dengan beragam strategi tersebut, pengembangan klaster hortikultura berdasarkan skala ekonomi akan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah.

Tentu saja, klaster hortikultura juga memperkuat posisi tawar petani dalam rantai pasok dan mendorong pengembangan hortikultura yang berkelanjutan.

Kementerian Pertanian menetapkan strategi pengembangan hortikultura dengan meningkatkan produksi bawang putih dan menstabilkan pasokan cabai dan bawang merah.

Komoditas-komoditas itu kerap memicu inflasi dan tidak terdapat produk substitusi. Hilirisasi produk dan meningkatkan nilai tambah, jaminan kualitas produk hortikultura, serta akses pasar menjadi strategi lainnya.

Dalam produksi ketiga komoditas itu mencakup bawang merah, bawang putih, dan cabai, Kementerian Pertanian berupaya mengembangkan dan memperluas area produksi dan pengaturan musim tanam atau pengelolaan penanaman.

Contoh selama ini, sentra bawang merah di Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) dan Solok (Sumatra Barat). Kementerian Pertanian membuka sentra baru di Kabupaten Majene (Sulawesi Barat) yang diharapkan memasok kebutuhan bawang merah untuk wilayah Indonesia bagian timur.

Upaya lain berupa penyediaan benih bawang putih dan bawang merah unggul, bahkan true shallot seed (TSS). Selama ini para petani lazimnya mengembangkan bawang merah dengan umbi lapis.

TSS merupakan upaya lain pengembangan bawang merah dengan biji yang harus disemaikan lebih dahulu. Strategi lain berupa pengendalian hama dan penyakit tanaman yang ramah lingkungan serta pengendalian hama terpadu.

Pengelolaan pascapanen dan pengembangan kemitraan. Optimalisasi pemanfaatan gudang dan sarana penyimpanan yang didanai oleh dana alokasi khusus di sentra produksi utama dan kolaborasi unggulan. Indonesia masih mengimpor bawang putih.

Pada kuartal pertama 2025, Indonesia mengimpor 82.000 ton (114,8 juta dolar AS). Di bagian hulu, pemerintah menjamin ketersediaan benih berkualitas untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Upaya lain meningkatkan produktivitas hingga 20 ton per hektare melalui penerapan teknologi budidaya yang tepat. Saat ini produktivitas bawang putih nasional hanya 8—10 ton per ha. Idealnya petani mampu mencapai biaya produksi yang efisien untuk meningkatkan daya saing harga.

Pemerintah juga berupaya memperluas lahan budi daya bawang putih, meningkatkan kompetensi petani dan penyuluh.

Di bagian hilir, Kementerian Pertanian meningkatkan akses pasar dan membangun kemitraan.

Selain itu, bagi Kementerian Pertanian, upaya mendidik dan mempromosikan konsumsi bawang putih yang ditanam secara lokal atau bawang putih Nusantara serta meningkatkan manajemen kualitas perkebunan melalui sertifikasi.

*) Dr Sardi Duryatmo, MSi adalah Ketua III Perhimpunan Hortikultura Indonesia

Bagikan

Mungkin Kamu Suka