MUI desak Trans 7 bertanggung jawab usai konten pesantren kontroversial

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Majelis Ulama Indonesia MUI mengecam dan menuntut pertanggungjawaban etika jurnalistik dari lembaga penyiaran setelah program "Xpose Uncensored" di Trans 7 tayang pada 13 Oktober 2025. Tayangan yang menampilkan narasi dan visual terkait Pondok Pesantren Lirboyo serta kehidupan pesantren secara umum dianggap telah merendahkan martabat kiai, santri, dan institusi pesantren yang jadi pilar pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia.

“Konten yang disiarkan, terutama dengan judul dan narasi yang bernuansa provokatif dan cenderung menghakimi, telah melanggar prinsip-prinsip etika jurnalistik, akurasi, dan tanggung jawab sosial lembaga penyiaran,” ujar Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Saadi di Jakarta, Rabu.

Zainut menilai tayangan itu tidak akurat menggambarkan kehidupan pesantren yang beragam dan menunjukkan keteledoran serius dalam riset serta verifikasi data, sehingga menimbulkan disinformasi dan stigma negatif. Pesantren, menurutnya, adalah lembaga pendidikan yang punya peran besar dalam membentuk karakter moral dan spiritual umat.

“Kami menghargai permohonan maaf yang telah disampaikan oleh pihak Trans 7, namun kami memandang bahwa permintaan maaf saja tidaklah cukup,” kata dia. MUI meminta Trans 7 untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka melalui berbagai platform, tidak hanya ke Pesantren Lirboyo tapi juga kepada seluruh keluarga besar pesantren di Indonesia yang merasa dirugikan.

Selain itu, MUI mendorong pengambilan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas produksi dan penayangan konten bermasalah tersebut. Mereka juga mendesak Komisi Penyiaran Indonesia KPI dan Dewan Pers untuk melakukan investigasi menyeluruh serta memberikan sanksi administratif sesuai hukum yang berlaku. “Sanksi ini penting sebagai upaya menjaga kualitas dan moralitas siaran publik,” tambah Zainut.

KPI dan Dewan Pers juga diharapkan mengawasi etika jurnalisme dan penyiaran agar kejadian serupa tidak terulang. Narasi yang bisa memecah belah dan merugikan masyarakat, terutama lembaga keagamaan, harus dihentikan.

MUI mengimbau masyarakat, khususnya santri, alumni, dan keluarga besar pesantren, untuk tetap tenang dan percaya pada lembaga pengawas seperti KPI dan Dewan Pers dalam menangani persoalan ini sesuai koridor hukum dan etika.

Selain itu, MUI mendorong seluruh lembaga penyiaran di Indonesia untuk lebih banyak menayangkan konten edukatif, inspiratif, dan faktual tentang kehidupan serta kontribusi pesantren. “Media seyogyanya menjadi mitra dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan, bukan sebaliknya,” kata Zainut.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka