Jakarta (KABARIN) - Nama Reynhard Sinaga, mahasiswa asal Indonesia yang menjadi pelaku kejahatan seksual terbesar dalam sejarah Inggris, kembali menjadi sorotan publik.
Berawal dari Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebutkan bahwa orang tua Reynhard telah mengirimkan surat permintaan kepada Presiden Prabowo untuk memulangkan anaknya ke Indonesia.
Namun, disampaikan pada Senin (10/11), Yusril menjelaskan bahwa belum ada pembahasan untuk menindaklanjuti permintaan tersebut.
Permintaan tersebut membuka kembali memori terkait kasus kelam yang sempat ramai pada tahun 2020 silam. Lantas, seperti apa kasus Reynhard? Berikut kilas kronologinya.
Profil singkat Reynhard Sinaga
Reynhard Sinaga merupakan warga negera Indonesia yang lahir di Jambi pada 19 Februari 1983. Ia merupakan anak sulung dari empat bersaudara dan ayahnya seorang bankir.
Sebelum ke Inggris, Reynhard menempuh pendidikan S1 Arsitektur di Universitas Indonesia.
Setelah lulus, ia melanjutkan studi S2 di bidang Sosiologi di Universitas Manchester, Inggris, dan kemudian melanjutkan studi doktoral (PhD) di Universitas Leeds jurusan Human Geography.
Namun, perjalanan akademik yang tampak cemerlang itu berakhir tragis ketika Reynhard ditangkap polisi pada 2017 karena awal dugaan pemerkosaan terhadap pria di Manchester.
Kronologi kasus Reynhard Sinaga
Kasus kejahatan Reynhard Sinaga terungkap berawal pada 2 Juni 2017 di Manchester, Inggris.
Malam itu, ada seorang pria yang baru keluar dari tempat hiburan malam dan tersesat di kawasan pusat kota Manchester.
Dalam kondisi mabuk, ia bertemu dengan Reynhard, yang kemudian mengajaknya ke apartemen miliknya, di Montana House, Princess Street, dengan alasan untuk beristirahat.
Sesampainya di apartemen, Reynhard menawarkan minuman yang telah dicampur obat bius jenis GHB (gamma hydroxybutyrate).
Obat bius tersebut merupakan zat yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan kendali tubuh dan kesadaran tanpa mengingat apapun. Tak lama setelah meminumnya, korban pun pingsan.
Beberapa saat kemudian, korban terbangun dalam keadaan tengkurap dan melihat Reynhard sedang berupaya memperkosanya dalam kondisi tanpa busana. Korban langsung melawan dan berusaha melarikan diri sambil merebut ponsel Reynhard.
Karena Reynhard terus menyerang, korban akhirnya memukul kepalanya hingga pingsan, lalu segera melapor ke Kepolisian Manchester sekitar pukul 05.51 pagi.
Polisi tiba sepuluh menit kemudian dan mendapati Reynhard dalam keadaan tak sadarkan diri dengan luka di kepala.
Awalnya, korban ditahan atas dugaan penyerangan. Sementara Reynhard dibawa ke rumah sakit dan sadar keesokan harinya.
Saat diperiksa, Reynhard sempat meminta ponselnya kembali dan mencoba menipu polisi dengan memberikan kata sandi palsu.
Namun dari penyelidikan lebih lanjut, pihak kepolisian berhasil membuka ponsel tersebut dan menemukan ratusan rekaman video pemerkosaan yang dilakukan oleh Reynhard terhadap sejumlah pria tak berdaya.
Temuan itu membuat polisi menangkap Reynhard pada 3 Juni 2017 dengan tuduhan pemerkosaan.
Dalam pemeriksaan awal, ia mengaku bahwa hubungan yang terekam dalam video dilakukan atas dasar suka sama suka, namun bukti video justru menunjukkan korban dalam keadaan tidak sadar.
Penyelidikan kemudian diperluas. Polisi menemukan dua ponsel, lima laptop, dan sejumlah perangkat penyimpanan data dengan kapasitas total 3,29 terabyte, yang berisi ribuan foto dan video aksi pemerkosaan berdurasi berjam-jam.
Dari bukti digital tersebut, polisi berhasil melacak puluhan korban lainnya. Sebagian dari mereka ternyata tidak menyadari telah menjadi korban pemerkosaan hingga dihubungi oleh pihak berwenang.
Penyidikan juga mengungkap pola kejahatan Reynhard. Ia menargetkan pria muda yang tampak mabuk atau tersesat, lalu mengajak mereka ke apartemennya, memberikan minuman beralkohol yang telah dicampur obat bius, dan merebut kendali tubuh korban untuk melakukan kekerasan seksual.
Seluruh tindakannya direkam menggunakan dua ponsel, satu untuk jarak dekat dan satu dari jarak jauh.
Selain itu, Reynhard juga menyimpan barang pribadi korban seperti jam tangan, kartu identitas, hingga foto profil media sosial mereka sebagai “kenang-kenangan”.
Proses hukum dan vonis yang diterima
Setelah penangkapannya pada 2017, proses hukum terhadap Reynhard Sinaga berlangsung panjang dan terbagi dalam empat tahap persidangan terpisah yang digelar di Pengadilan Manchester, Inggris, pada Juni 2018 hingga Desember 2019.
- Sidang tahap pertama berlangsung pada 1 Juni–10 Juli 2018, mencakup kasus pemerkosaan terhadap 13 korban.
- Sidang kedua digelar pada 1 April–7 Mei 2019, melibatkan 12 korban.
- Sidang ketiga berlangsung pada 16 September–4 Oktober 2019, dengan 10 korban.
- Sidang keempat, yang menjadi tahap terakhir, dilakukan pada 2–20 Desember 2019, melibatkan 13 korban dengan 30 dakwaan pemerkosaan dan dua serangan seksual.
Dari keempat persidangan tersebut, Reynhard dihadapkan pada total 159 dakwaan atas kejahatan seksual terhadap 48 pria. Para korban berusia antara 18 hingga 36 tahun, dan sebagian di antaranya menjadi korban berulang kali.
Meski demikian, kepolisian Inggris memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih banyak, yakni mencapai sekitar 190 orang, berdasarkan ribuan video dan foto yang ditemukan dalam perangkat elektronik milik Reynhard. Bahkan, polisi menggambarkan banyaknya bukti video tersebut seperti menonton 1.500 film DVD.
Dalam beberapa sidang, Reynhard kembali membela diri bahwa seluruh hubungan seksual yang dilakukan atas dasar suka sama suka dan sepakat untuk direkam sambil berpura-pura tidur.
Namun, hakim dan juri menolak pembelaan tersebut setelah melihat rekaman yang menunjukkan para korban benar-benar tidak sadar, bahkan beberapa ada yang mendengkur saat kejadian berlangsung, sehingga membuktikan bahwa tindakan itu dilakukan tanpa persetujuan.
Akhirnya, pada 6 Januari 2020, Pengadilan Manchester menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Reynhard Sinaga atas kejahatan yang dilakukannya dalam kurun waktu 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017.
Hakim Suzanne Goddard menetapkan bahwa Reynhard harus menjalani setidaknya 30 tahun penjara sebelum dapat mengajukan pembebasan bersyarat.
Namun, hukumannya diperberat menjadi minimal 40 tahun setelah banding dari jaksa Inggris.
Dalam amar putusannya, hakim menggambarkan Reynhard sebagai “individu berbahaya, sangat terganggu, dan menyimpang” serta menilai bahwa ia “tidak akan pernah aman untuk dibebaskan.”
Secara keseluruhan, Reynhard dinyatakan bersalah atas 159 pelanggaran, yang mencakup 136 pemerkosaan, 8 percobaan pemerkosaan, 14 pelecehan seksual, dan 1 penetrasi seksual paksa, yang menjadikannya sebagai pelaku pemerkosaan terbesar dalam sejarah hukum Inggris.
Sebelumnya, pada 20 Februari 2025, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra pernah menyampaikan bahwa Reynhard tidak termasuk dalam daftar prioritas pemulangan narapidana asal Indonesia di luar negeri. Yusril menegaskan, keputusan tersebut diambil karena kasus Reynhard bersifat sangat sensitif.