Jakarta (KABARIN) - Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Komersialisasi dan Transportasi Migas, Satya Hangga Yudha Widya Putra, optimistis bahwa energi panas bumi (geothermal) akan menjadi sumber energi utama (baseload) yang menopang ketahanan energi Indonesia di masa depan.
“Saya memiliki optimisme tinggi terhadap peran energi panas bumi dalam peta jalan energi nasional,” ujar Hangga dalam webinar Society of Renewable Energy Universitas Andalas, Kamis (9/10).
Terletak di kawasan “ring of fire”, Indonesia memiliki potensi panas bumi mencapai 24 gigawatt (GW) — sekitar 40 persen dari total cadangan dunia.
Saat ini, kapasitas terpasang baru mencapai 2,7 GW, menjadikan Indonesia produsen panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Namun, dalam 5–10 tahun ke depan, Hangga meyakini Indonesia bisa menggeser posisi AS dan menjadi pemimpin global energi panas bumi.
“Panas bumi adalah sumber energi baru terbarukan yang bisa menjadi baseload. Itu yang membedakannya dengan energi surya atau angin,” jelasnya.
Berbeda dengan tenaga surya atau angin yang bergantung pada cuaca, panas bumi bersifat dispatchable — mampu memproduksi listrik 24 jam tanpa henti.
Selain itu, emisi karbon dari energi panas bumi jauh lebih rendah dibanding bahan bakar fosil, menjadikannya pilar penting menuju net zero emission 2060.
Meski potensinya besar, Hangga mengakui proyek panas bumi masih menghadapi tantangan dari sisi biaya tinggi dan waktu pengembangan panjang — bisa mencapai 10–15 tahun hingga beroperasi penuh.
Harga jual listrik panas bumi saat ini memang mulai kompetitif, yakni sekitar 7–9 sen USD per kWh, namun investasi awal tetap mahal.
Untuk mempercepat pengembangan, pemerintah telah:
-
Melelang 20 wilayah kerja panas bumi (WKP) periode 2022–2024.
-
Menugaskan 12 survei pendahuluan dan eksplorasi.
-
Menargetkan tambahan kapasitas 1,1 GW hingga 2029, sehingga total kapasitas bisa mencapai 4,1 GW.
Selain menyediakan listrik bersih, energi panas bumi juga membuka peluang besar di sektor ekonomi dan lingkungan:
-
Potensi investasi hingga Rp363,8 triliun dalam 9 tahun ke depan,
-
Menciptakan 42.700 lapangan kerja baru,
-
Menurunkan emisi karbon hingga 31,1 juta ton COâ‚‚,
-
Mendukung ekonomi lokal lewat pemanfaatan panas bumi untuk pengeringan hasil tani, green hydrogen, hingga ekstraksi silika/litium.
Hangga menegaskan, proyek panas bumi juga memperhatikan aspek keamanan dan lingkungan (HSSE) serta melibatkan masyarakat lewat program community development.
“Sektor energi Indonesia itu kompleks dan dinamis. Kita butuh kerja sama lintas sektor dan inovasi dari generasi muda untuk mencapai target NZE 2060,” tutupnya.