Jakarta (KABARIN) - Perceraian memang bukan hal yang mudah, apalagi jika sudah melibatkan anak. Namun, berpisah bukan berarti tanggung jawab sebagai orang tua ikut berakhir. Anak tetap butuh kasih sayang, perhatian, dan bimbingan dari kedua orang tuanya, meski mereka tidak lagi tinggal di rumah yang sama.
Di sinilah konsep co-parenting jadi penting. Co-parenting adalah cara ayah dan ibu bekerja sama mengasuh anak setelah berpisah. Tujuannya supaya anak tetap tumbuh dengan perasaan aman dan dukungan emosional dari kedua belah pihak. Selain itu, pola pengasuhan ini juga bisa menekan stres dan kecemasan yang sering muncul pada anak setelah perceraian.
Tapi, co-parenting bukan sekadar soal berbagi waktu. Diperlukan kedewasaan, komunikasi yang baik, dan niat kuat untuk menempatkan kepentingan anak di atas segalanya. Berikut beberapa langkah yang bisa membantu agar pola pengasuhan ini berjalan lancar.
1. Utamakan kebahagiaan anak
Hal utama dalam co-parenting adalah memastikan anak jadi prioritas. Semua keputusan yang diambil sebaiknya fokus pada kebutuhan dan kenyamanan mereka, bukan urusan pribadi antara mantan pasangan. Dengan begitu, anak tetap bisa merasakan cinta dari kedua orang tuanya meski mereka sudah berpisah.
2. Jadilah tim yang solid
Hubungan sebagai pasangan memang sudah berakhir, tapi kerja sama sebagai orang tua harus tetap berjalan. Komitmen untuk berbagi tanggung jawab bisa menciptakan lingkungan yang stabil buat anak. Diskusikan hal penting seperti pendidikan, kesehatan, dan aktivitas sehari-hari dengan sikap terbuka dan saling menghargai.
3. Kelola emosi dengan bijak
Setelah perceraian, wajar kalau masih ada rasa kecewa atau marah. Tapi penting untuk tidak melibatkan emosi itu di depan anak. Kalau butuh ruang untuk menenangkan diri, carilah dukungan dari keluarga, teman, atau konselor agar emosi tetap terkendali.
4. Jangan jadikan anak sebagai perantara
Anak bukan jembatan komunikasi antara ayah dan ibu. Usahakan semua urusan dibicarakan langsung dan dewasa. Selain itu, hindari menjadikan anak pelampiasan dari masalah yang belum selesai, karena hal itu bisa membuat mereka merasa terbebani.
5. Hindari menjelekkan mantan pasangan
Masalah pribadi sebaiknya tidak dibawa di depan anak. Bicara buruk tentang mantan pasangan hanya akan membuat anak bingung dan tertekan. Biarkan mereka tetap punya hubungan baik dengan kedua orang tuanya tanpa harus memilih salah satu.
6. Jaga komunikasi tetap sehat
Komunikasi jadi kunci utama keberhasilan co-parenting. Meski tidak harus intens, penting untuk selalu mengabarkan hal-hal yang berkaitan dengan anak. Dengan komunikasi yang jelas, salah paham bisa dihindari dan keputusan akan lebih mudah diambil bersama.
7. Bersikap fleksibel
Jadwal mengasuh anak kadang tidak selalu sesuai rencana. Kalau ada perubahan mendadak, cobalah bersikap pengertian. Sikap fleksibel bisa membuat anak merasa lebih tenang dan tidak terbebani dengan perbedaan waktu di antara kedua orang tuanya.
8. Terapkan aturan bersama
Konsistensi penting untuk menjaga rasa aman anak. Sepakati aturan yang sama di rumah ayah dan ibu, seperti waktu tidur, jam belajar, atau batas penggunaan gawai. Dengan begitu, anak bisa beradaptasi lebih mudah dan tetap disiplin.
9. Dengarkan suara anak
Anak juga punya perasaan dan pandangan tentang situasi yang mereka alami. Luangkan waktu untuk mendengarkan apa yang mereka rasakan tanpa menghakimi. Sikap ini membantu orang tua memahami kebutuhan emosional anak dengan lebih baik.
Membangun pola co-parenting memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Selama kedua orang tua punya niat untuk memberikan yang terbaik bagi anak, perceraian tidak harus jadi akhir dari kebahagiaan keluarga. Justru bisa jadi awal baru untuk menunjukkan bentuk cinta yang lebih dewasa dan penuh tanggung jawab.
Editor: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Copyright © KABARIN 2025