Soul

Mengenal fenomena Holiday Blues, kondisi tidak bersemangat saat liburan

Jakarta (KABARIN) - Liburan panjang adalah salah satu momen yang paling dinantikan oleh sebagian orang, seperti libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2025/2026 yang akan segera tiba.

Waktu luang tersebut pun dapat diisi dengan berbagai aktivitas favorit yang selama ini tertunda, seperti bercengkerama dengan keluarga, menikmati waktu sendirian di kafe, mengunjungi tempat-tempat liburan yang sudah masuk wishlist, atau sekadar berkumpul dengan teman lama.

Namun, bagi sebagian orang, tibanya musim liburan dapat menjadi momen yang menakutkan. Dimana fenomena psikologis itu disebut sebagai "holiday blues", sebuah kondisi yang mengubah sumber kebahagiaan liburan menjadi sumber stres dan depresi.

Apa itu Holiday Blues?

Holiday blues merupakan bentuk tekanan emosional yang dialami seseorang secara spesifik selama musim liburan.

Berbeda dengan depresi klinis yang bersifat kronis dan memerlukan penanganan profesional, kondisi ini umumnya bersifat sementara, yakni berlangsung dalam hitungan hari hingga minggu, dan biasanya muncul di sekitar momen besar seperti Natal dan Tahun Baru.

Anna Costakis, MD, seorang pakar psikiatri dari Northwell Staten Island University Hospital, mendefinisikan holiday blues sebagai kondisi emosional yang membuat individu merasa sedih, terasing, hingga hilangnya energi dan motivasi di tengah suasana liburan. Tak hanya itu, tubuh juga bisa terasa lemas atau tidak sehat selama musim liburan.

Penyebab Holiday Blues

Holiday blues umumnya berakar dari perpaduan antara tekanan sosial, ekspektasi emosional, hingga faktor situasional yang mendesak. Berikut adalah beberapa faktor utama yang sering kali menjadi pemicunya:

1. Tekanan sosial dan ekspektasi yang tidak real

Banyak orang merasa terbebani oleh kewajiban untuk selalu tampil bahagia selama musim liburan, dimana pada kenyataannya hal itu sulit dicapai. Ketidakmampuan untuk memenuhi standar ideal ini sering kali berujung pada rasa kecewa dan rendah diri.

2. Kesedihan, kehilangan, dan isolasi mandiri

Bagi mereka yang baru saja kehilangan orang terkasih, liburan bisa menjadi momen yang menyakitkan karena hilangnya tradisi yang biasa dilakukan bersama.

Selain itu, jarak geografis, perceraian, atau faktor pekerjaan yang membuat seseorang harus menghabiskan liburan sendirian dapat memicu rasa kesepian dan keterasingan yang mendalam.

3. Beban finansial dan tanggung jawab berlebih

Tekanan ekonomi terkait pengeluaran untuk kado, biaya perjalanan, hingga jamuan, makan dapat memicu stres finansial yang signifikan.

Selain itu, tumpukan tanggung jawab seperti mengatur acara sosial di tengah kesibukan pekerjaan, sering kali membuat energi terkuras habis dan menyebabkan kelelahan fisik maupun mental.

4. Dinamika keluarga yang rumit

Meskipun niatnya adalah berkumpul, pertemuan keluarga terkadang justru menjadi ajang munculnya konflik lama atau ketakutan akan pertanyaan-pertanyaan sensitif.

Keharusan berinteraksi dengan kerabat dalam hubungan yang kurang harmonis ini sering kali menjadi sumber kecemasan.

5. Perubahan Rutinitas Harian

Waktu libur sering kali mengganggu jadwal tidur dan pola makan sehat yang biasa dijalani. Gangguan pada rutinitas ini secara tidak langsung dapat memengaruhi suasana hati (mood), yang memicu sifat mudah tersinggung atau kelelahan.

6. Riwayat Kesehatan Mental

Individu yang memiliki riwayat gangguan kesehatan mental jauh lebih rentan mengalami kondisi ini. Penelitian menunjukkan bahwa tekanan selama masa liburan berisiko memperparah gejala gangguan mental yang sudah ada sebelumnya.

Gejala Holiday Blues

Melansir Alodokter, ciri paling umum dari holiday blues adalah perasaan sedih yang persisten dan berulang setiap kali musim liburan tiba. Kondisi ini sering kali disertai oleh sejumlah gejala penyerta, antara lain:

Penting diketahui bahwa jika gejala-gejala tersebut masih menetap setelah masa liburan usai, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.

Ini karena ciri-ciri holiday blues yang menyerupai gejala gangguan kesehatan lain, seperti hipotiroidisme, yang membutuhkan diagnosis medis yang tepat.

Cara menghadapi holiday blues

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi holiday blues.

1. Bertemu dengan keluarga atau teman

Lawan rasa sepi dengan mengatur pertemuan bersama teman atau keluarga. Karena berbagi cerita di suasana santai bisa jadi obat penawar terbaik. Jangan ragu pula untuk bertemu orang baru melalui kegiatan sosial.

2. Batasi konsumsi alkohol

Meskipun terasa melegakan secara sesaat, alkohol justru akan memperburuk mood negatif. Maka dari itu, cukup 1-2 gelas, atau pilihlah minuman yang lebih menyegarkan seperti jus.

3. Katakan (“tidak”)

Jika ada undangan yang membuatmu tidak nyaman, tolak saja. Karena, ini waktu liburanmu, dan kamu berhak menentukan sendiri dengan siapa dan di mana kamu ingin menghabiskannya.

Jangan terpaku pada ekspektasi: Liburan tidak harus selalu sempurna. Buatlah harapan yang realistis dan fokuslah menikmati momen bersama orang-orang terkasih.

Jagalah kesehatan fisik seperti olahraga, makan sehat, dan tidur yang cukup, karena tubuh yang fit akan membantu mentalmu lebih kuat dalam menghadapi holiday blues.

Selain itu, apabila perasaan sedih tersebut terus berlanjut hingga menghambat aktivitas harian, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.

Berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater merupakan langkah bijak untuk mendapatkan penanganan yang tepat agar kesehatan mental segera pulih.

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Raihan Fadilah
Copyright © KABARIN 2025
TAG: