Jakarta (KABARIN) - Direktur Indonesia Political Review Iwan Setiawan menilai Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat dalam memperkuat penegakan hukum sejak awal masa pemerintahannya. Menurutnya, langkah ini menjadi pondasi penting bagi arah baru sistem hukum Indonesia.
Iwan mengatakan banyak kasus besar berhasil diungkap dan diselesaikan pada tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran. Salah satu yang paling menonjol adalah pengembalian uang negara senilai Rp13,2 triliun dari kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau CPO.
"Salah satu tonggak pentingnya adalah pengembalian uang Rp13,2 triliun ke kas negara dari perkara tindak pidana korupsi ekspor minyak sawit mentah dan turunannya," kata Iwan di Jakarta.
Kasus yang sempat menjadi sorotan publik sejak 2022 itu akhirnya rampung di masa pemerintahan Prabowo melalui proses hukum panjang hingga ke tingkat kasasi Mahkamah Agung. Iwan menilai keberhasilan ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga bukti nyata konsistensi pemerintah dalam menegakkan keadilan ekonomi.
Tidak berhenti di sana, pemerintah juga mulai menyelidiki kasus besar lain seperti dugaan korupsi tata kelola di kelompok usaha PT Pertamina dengan potensi kerugian negara mencapai Rp285 triliun.
"Ini menunjukkan bahwa semangat penegakan hukum pada era Prabowo tidak berhenti pada satu kasus, tetapi mulai merambah persoalan struktural yang selama ini menjadi akar kebocoran ekonomi nasional," ujar Iwan.
Menurutnya, langkah tegas di bidang hukum memberikan efek besar bagi masyarakat. Dari sisi psikologis, publik mulai merasa negara hadir untuk melindungi rakyat kecil. Sementara dari sisi ekonomi, kepastian hukum yang lebih kuat memberi rasa aman bagi dunia usaha dalam berinvestasi dan beroperasi di Indonesia.
Namun Iwan mengingatkan, keberhasilan ini akan sia-sia jika tidak dilakukan secara berkelanjutan.
"Efektivitas penegakan hukum tidak berhenti pada penindakan, harus berlanjut pada reformasi tata kelola dan perbaikan sistemik," jelasnya.
Ia juga mendorong pemerintah memperkuat sistem pengawasan berbasis digital dan transparansi lintas kementerian agar praktik korupsi tidak terus berulang.
"Pemerintah memiliki momentum besar untuk membenahi sistem perizinan, digitalisasi pengawasan, serta transparansi data lintas kementerian agar praktik korupsi tidak menemukan celah baru," tambah Iwan.