China peringati Jepang soal rencana tambah anggaran militer

waktu baca 3 menit

Beijing (KABARIN) - Pemerintah China memberikan peringatan keras kepada Jepang di bawah kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Sanae Takaichi, yang berencana meningkatkan anggaran militernya.

“Mengenai peningkatan anggaran pertahanan Jepang, mengingat sejarah agresi militeristis Jepang, langkah-langkah militer dan keamanan Jepang diawasi ketat oleh negara-negara tetangganya di Asia dan komunitas internasional,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing, Kamis (23/10).

Pernyataan ini muncul setelah Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi menyampaikan rencana negaranya untuk memperkuat kapasitas pertahanan agar bisa beradaptasi dengan ancaman perang modern seperti serangan drone, serangan siber, dan meningkatnya ketegangan di kawasan.

Jepang kini dipimpin oleh Sanae Takaichi, perempuan pertama yang menjabat sebagai perdana menteri sekaligus Ketua Liberal Democratic Party (LDP). Takaichi dikenal sebagai sosok konservatif dan nasionalis garis keras di politik Jepang.

Menurut Guo Jiakun, dalam beberapa tahun terakhir Jepang telah melakukan perubahan besar dalam kebijakan keamanannya, termasuk meningkatkan anggaran pertahanan setiap tahun, melonggarkan aturan ekspor senjata, dan mengupayakan terobosan militer.

“Negara-negara tetangga Jepang dan sekitarnya harus mempertanyakan komitmen Jepang terhadap kebijakan yang berorientasi pertahanan dan jalan menuju pembangunan damai,” ujarnya.

Guo juga mengingatkan bahwa tahun ini merupakan peringatan 80 tahun kemenangan Perang Perlawanan Rakyat China Melawan Agresi Jepang dan Perang Anti-Fasis Dunia. Ia menegaskan Jepang harus belajar dari sejarah kelamnya.

“Kami mendesak Jepang untuk merenungkan secara mendalam sejarah agresinya, berkomitmen pada jalur pembangunan damai, bertindak bijaksana di bidang militer dan keamanan, serta menghindari hilangnya kepercayaan lebih lanjut dari negara-negara tetangganya di Asia dan sekitarnya,” tegas Guo.

Menariknya, berbeda dengan masa ketika Fumio Kishida dan Shigeru Ishiba menjabat sebagai PM, Presiden China Xi Jinping kali ini tidak memberikan ucapan selamat kepada Takaichi.

Meski begitu, Guo menekankan bahwa posisi China terhadap Jepang tetap konsisten. “China dan Jepang adalah tetangga dekat satu sama lain. Kami berharap Jepang akan bekerja sama dengan China, menghormati prinsip-prinsip dalam empat dokumen politik antara kedua negara, dan menjaga fondasi politik hubungan bilateral,” ujarnya.

Sementara itu, PM Takaichi dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Tokyo pada 27–29 Oktober 2025. Pertemuan tersebut diperkirakan membahas penguatan aliansi Jepang-AS serta membangun hubungan pribadi antar pemimpin.

Di bawah Takaichi, Jepang sedang melaksanakan program pembangunan militer lima tahun hingga 2027 sebagai bagian dari strategi keamanan nasionalnya. Program ini mencakup rencana menggandakan anggaran pertahanan hingga 2 persen dari PDB dan memperkuat kemampuan serangan balik dengan rudal jarak jauh — sebuah langkah besar dari kebijakan pertahanan pasif Jepang pasca Perang Dunia II.

Koalisi LDP dan Partai Inovasi Jepang (JIP) bahkan mengisyaratkan Jepang akan mengambil peran militer yang lebih ofensif di bawah Takaichi, yang dikenal berpendirian tegas soal isu keamanan.

Jepang sendiri masih menjadi salah satu negara dengan kehadiran militer Amerika Serikat terbesar di dunia, termasuk kapal induk, pasukan ekspedisi Marinir, dan sejumlah jet tempur strategis.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka