Jika legalisasi umrah mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino
Jakarta (KABARIN) - Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia atau Amphuri menyoroti potensi dampak negatif dari kemunculan istilah Umrah Mandiri dalam UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Sekjen Amphuri Zaky Zakariya menyebut kebijakan ini memicu kegelisahan di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku usaha haji-umrah karena berisiko merugikan jamaah, mengganggu ekosistem keumatan, dan mengikis kedaulatan ekonomi umat.
“Kalau legalisasi umrah mandiri benar-benar jalan tanpa batasan, efek domino bakal terjadi,” kata Zaky di Jakarta, Jumat.
Umrah mandiri secara konsep artinya jamaah bisa berangkat tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah resmi. Meski terdengar bebas, Zaky menekankan banyak risiko, mulai dari bimbingan manasik yang minim, perlindungan hukum yang terbatas, hingga pendampingan di Tanah Suci.
“Kalau ada gagal berangkat, penipuan, atau musibah seperti kehilangan bagasi dan keterlambatan visa, tidak ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
Jamaah juga rawan melanggar aturan Arab Saudi, seperti overstay visa, pakaian dengan atribut politik, atau aktivitas yang dianggap mengganggu ketertiban. Zaky mencontohkan sejarah penipuan umrah, termasuk kasus besar 2016 yang membuat lebih dari 120.000 orang gagal berangkat.
Lebih jauh, legalisasi umrah mandiri berpotensi membuka jalan bagi korporasi dan platform global menjual paket langsung ke masyarakat tanpa melibatkan PPIU lokal. “Kalau ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus dan jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan,” katanya.
Sektor umrah dan haji sendiri menyerap lebih dari 4,2 juta tenaga kerja mulai dari pemandu ibadah, penyedia perlengkapan, hingga pelaku UMKM. Zaky menekankan umrah bukan sekadar perjalanan wisata karena membutuhkan bimbingan spiritual.
“Kalau peran pesantren, ormas Islam, dan PPIU diabaikan, nilai rohani perjalanan ibadah akan hilang dan umrah bisa cuma jadi transaksi digital,” ujar Zaky.
Ia mendorong Kementerian Haji dan Umrah bersama DPR RI Komisi VIII menetapkan batasan teknis agar praktik umrah mandiri tidak merusak ekosistem keumatan yang sudah dibangun.