Jakarta (KABARIN) - Demonstrasi merupakan satu cara untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat, yang tentu saja dijamin oleh konstitusi atau aturan di Indonesia. Nah, karena ada aturannya, maka bagi yang melanggar bisa dituntut secara pidana.
Pelanggaran yang sering terjadi dalam aksi demonstrasi antara lain berbuat anarki, merusak, hingga membuat orang lain terluka atau bahkan kehilangan nyawa.
Oleh karena itu, penting bagi semua orang untuk memahami hak dan kewajiban dalam berdemonstrasi, bagaimana aturannya, dan bagaimana seharusnya aksi itu dilakukan.
Hak dan kewajiban dalam berdemonstrasi
Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk menyampaikan pendapat secara bebas. Selain itu, warga negara juga berhak memperoleh perlindungan hukum saat menjalankan hak tersebut.
Akan tetapi, dalam menyampaikan pendapat harus diimbangi dengan pemenuhan kewajiban, antara lain menghormati hak orang lain, menaati hukum, dan menjaga ketertiban umum.
Sanksi pidana bagi pelaku aksi anarki
Tindakan anarki dalam demonstrasi dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan terkait. Salah satunya adalah Pasal 170 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama dan terang-terangan. Ancaman pidananya adalah penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga mengatur sanksi bagi mereka yang merusak fasilitas jalan, seperti rambu lalu lintas atau marka jalan. Pasal 275 ayat (2) menyebutkan bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp50 juta.
Harus menjaga ketertiban umum
Aksi demonstrasi yang dilakukan dengan tertib dan damai jauh lebih baik karena tindakan anarki tidak hanya merugikan pihak lain tapi juga bisa merusak citra gerakan dan memperburuk situasi.
Penting bagi setiap peserta aksi demonstrasi untuk memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku serta menjaga sikap dan perilaku agar aksi berjalan tertib dan tujuan bisa dicapai.
Sementara di sisi lain, aparat keamanan juga harus bertindak profesional dan proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, yang salah satunya adalah kebebasan menyampaikan pendapat.
Di pihak lain, para demonstran juga sebaiknya tetap tenang, fokus, dan tidak mudah terprovokasi untuk melakukan hal yang melanggar hukum dan mengganggu ketertiban umum, sehingga proses demokrasi berjalan sehat dan konstruktif.
Meskipun demonstrasi merupakan hak konstitusional, namun perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab, menjaga ketertiban, dan menghindari tindakan yang merugikan diri sendiri, kelompok, maupun orang lain.
Di banyak negara, aksi demonstrasi tertib namun efektif dilakukan dengan cara-cara yang simpatik atau aksi yang bisa menarik perhatian publik tanpa harus melakukan anarki dan perusakan.
Sebagai gambaran, dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di Jakarta dan sejumlah daerah pada periode 25 hingga 31 Agustus 2025 telah menimbulkan kerusakan masif akibat aksi perusakan, pembakaran, hingga penyerangan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan bahwa kerugian rusaknya fasilitas umum akibat demonstrasi anarki akhir Agustus itu totalnya mencapai Rp55 miliar, belum lagi kerugian dari sisi orang-orang yang terluka dan meninggal dunia.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menghitung total kerugian akibat aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia diperkirakan mencapai hampir Rp900 miliar, dengan jumlah tertinggi di wilayah Jawa Timur.
"Biayanya total seluruh Indonesia, kemarin kami hitung, hampir sekitar Rp900 miliar," kata Dody kepada wartawan saat meninjau Gerbang Tol Pejompongan, Jakarta.
Dilaporkan ada 10 orang yang meninggal dunia dalam aksi demonstrasi di seluruh Indonesia sepanjang pekan terakhir Agustus lalu, dengan korban terbanyak di Makassar, Kalimantan Selatan.