semangat Marsinah tak pernah padam. Ia tetap hidup dalam setiap denyut perjuangan buruh, dalam setiap langkah perempuan yang berani menyuarakan keadilan, dan dalam hati bangsa yang terus belajar arti keberanian sejati.
Jakarta (KABARIN) - Marsinah telah tiada sejak lebih dari tiga dekade lalu, tapi namanya tetap hidup di hati bangsa. Aktivis buruh yang gugur pada 1993 itu menjadi simbol perjuangan, keberanian, dan ketulusan.
Di tengah derasnya arus waktu, kisah Marsinah tak pernah lekang. Ia masih dibicarakan, diteladani, dan dirindukan oleh para pejuang kesejahteraan.
Jika kita melintasi Jalan Raya Baron, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pandangan akan tertuju pada monumen berwarna emas, patung seorang perempuan berkemeja, mengenakan rok, dan bersepatu kets, dengan tangan kiri mengepal ke udara.
Di bagian bawah monumen tertulis tegas, "Pahlawan Buruh Marsinah".
Monumen itu seakan-akan bersuara lirih, mengingatkan siapa pun yang melintas, bahwa perjuangan masih belum usai.
Napak tilas di Desa Nglundo
Pagi itu, pukul 10.00 WIB, terik matahari tak menghalangi langkah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, untuk menapaki jejak kehidupan Marsinah di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Bersama Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi dan Wakil Bupati Nganjuk Trihandi Cahyo Saputro, Arifah Fauzi berjalan kaki dari Monumen Marsinah menuju Pondok bersalin desa (Polindes) Marsinah.
Di desa kelahirannya, nama Marsinah diabadikan sebagai nama jalan dan poliklinik desa, sebuah penghormatan abadi bagi perempuan pemberani itu.
"Seribu satu ya, (perempuan) yang punya keberanian luar biasa seperti Marsinah," ujar Arifah, kagum.
Kehadiran Arifah disambut dengan hangat oleh keluarga Marsinah.
Marsini, kakak kandung Marsinah, dan Sini, sang tante, tampak bahagia menerima kunjungan menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI itu.
Rumah keluarga Marsinah sangat sederhana, seperti rumah nenek di kampung. Di dindingnya terpajang piagam-piagam penghargaan untuk Marsinah, termasuk Anugerah Hak Asasi Manusia Yap Thiam Hien 1993.
"Dia selalu membela yang lemah," kenang Marsini lirih, mengingat adiknya semasa hidup.
Keberanian dari hati yang tulus
Marsinah lahir di Nganjuk pada 10 April 1969, anak kedua dari pasangan Bapak Mastin dan Ibu Samini. Kehidupannya sederhana. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, Marsinah diasuh oleh sang nenek.
Namun di balik kesederhanaan itu, tumbuh api keberanian yang menyala tanpa takut padam.
Sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Marsinah dikenal vokal dan cerdas..Ia aktif dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Keteguhan hatinya memperjuangkan hak-hak buruh membuatnya dihormati sekaligus "dibidik".
Tahun 1993, Marsinah ditemukan tewas setelah tiga hari diculik. Tubuhnya penuh luka penyiksaan.
Namun, kematiannya justru menyalakan api yang lebih besar. Ia menjadi simbol perlawanan dan suara bagi mereka yang tak bisa bersuara.
Makam Marsinah berada di pemakaman umum (TPU) di Desa Nglundo. Mudah untuk menemukan makamnya karena memiliki ciri khas dari makam lainnya.
Makam Marsinah memiliki atap dan berpagar dengan warna merah dan putih. Di pagarnya, terpajang foto mendiang.
"Kami hadir ke sini untuk ziarah di makamnya Marsinah. Di sini ada jejak seorang perempuan pekerja yang mempunyai keberanian yang luar biasa di mana keberaniannya ini menginspirasi bangsa kita," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi saat berziarah di makam Marsinah.
Menurutnya, Marsinah memberi teladan bahwa keberanian tidak harus lahir dari kekuasaan, melainkan dari hati yang tulus memperjuangkan keadilan.
Menuju gelar pahlawan nasional
Tiga puluh dua tahun setelah kepergiannya, nama Marsinah tetap harum. Dukungan demi dukungan terus mengalir agar ia diangkat menjadi pahlawan nasional.
Presiden Prabowo Subianto sendiri menyatakan dukungan terhadap usulan tersebut dalam peringatan Hari Buruh tahun ini di Monas, Jakarta.
Proses penetapan calon pahlawan nasional, seperti Marsinah, dilakukan melalui mekanisme seleksi berlapis dan melibatkan berbagai unsur, mulai dari masyarakat hingga tim ahli tingkat pusat.
Menteri Arifah Fauzi menyambut baik langkah-langkah upaya penetapan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional.
"Kami pastinya akan berbahagia sekali karena seorang perempuan pemberani yang dia berjuang bukan karena kekuasaan, tapi berjuang dari keberanian yang luar biasa," ujarnya.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga mendukung penuh.
"Komnas Perempuan sejak 2015 sudah memberikan penghargaan kepada almarhumah Marsinah sebagai perempuan pembela HAM," kata Komisioner Komnas Perempuan Irwan Setiawan.
Menurut dia, Marsinah adalah pejuang HAM sejati yang menginspirasi aktivis perempuan dan pekerja perempuan hingga kini.
"Aliansi Pemuda Nganjuk juga mengusulkan almarhumah Marsinah menjadi pahlawan nasional, ini tentunya menjadi harapan semua, termasuk keluarga Marsinah,” katanya.
Suara yang tak pernah padam
Di penghujung kisah ini, terngiang sajak Wiji Thukul yang seolah ditulis untuk Marsinah.
"Sesungguhnya suara-suara itu tidak bisa diredam.
Mulut bisa dibungkam.
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku.
Suara-suara itu tidak bisa dipenjarakan di mana bersemayam kemerdekaan,".
Seperti suara dalam sajak itu, semangat Marsinah tak pernah padam. Ia tetap hidup dalam setiap denyut perjuangan buruh, dalam setiap langkah perempuan yang berani menyuarakan keadilan, dan dalam hati bangsa yang terus belajar arti keberanian sejati.
Marsinah telah tiada, tapi keberaniannya akan selalu menjadi cahaya yang menuntun langkah generasi demi generasi menuju dunia kerja yang lebih adil dan manusiawi.
 
											 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
											 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
								 
								 
								 
								 
								