Jakarta (KABARIN) - Aliansi Global Anti Penipuan atau Global Anti-Scam Alliance (GASA) menyoroti pentingnya Indonesia memperkuat sistem pencegahan penipuan digital yang makin marak.
Hal ini diungkapkan dalam peluncuran laporan "State of Scams in Indonesia 2025" yang dilakukan GASA bekerja sama dengan Mastercard dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).
Ketua GASA Indonesia Chapter sekaligus Chief Legal & Regulatory Officer IOH, Reski Damayanti mengatakan penipuan digital telah menjadi ancaman serius bagi keamanan masyarakat dan kepercayaan publik terhadap ekosistem digital.
“Penipuan digital telah merugikan masyarakat di seluruh Indonesia, mengikis kepercayaan, menguras keuangan, dan mengancam keamanan konsumen sehari-hari,” ujar Reski di Jakarta, Jumat.
Reski menekankan Indonesia perlu memperkuat sistem pencegahan penipuan dengan dukungan teknologi canggih seperti AI, kolaborasi lintas industri, dan regulasi yang jelas.
GASA juga merekomendasikan tiga langkah utama, yaitu memberdayakan konsumen lewat edukasi berkelanjutan, mewujudkan internet lebih aman melalui sistem pemblokiran penipuan, dan memperkuat kerja sama lintas sektor untuk investigasi dan penegakan hukum.
Upaya ini merupakan bagian dari komitmen GASA Indonesia untuk menciptakan lingkungan digital yang aman, inklusif, dan terpercaya menuju visi Indonesia Emas 2045. Laporan GASA 2025 mencatat dua dari tiga orang dewasa di Indonesia pernah menghadapi penipuan dalam setahun terakhir, dengan 35 persen menjadi korban dan 14 persen mengalami kerugian finansial. Total kerugian diperkirakan mencapai Rp49 triliun, atau rata-rata Rp1,7 juta per orang.
Wakil Ketua GASA Indonesia Chapter sekaligus Country Manager Mastercard Indonesia, Aileen Goh menekankan kepercayaan menjadi fondasi utama ekonomi digital yang inklusif. “Untuk menjaga kepercayaan ini, dibutuhkan lebih dari sekadar teknologi, yaitu aksi kolektif lintas sektor,” katanya.
Sementara itu, GASA APAC Director Brian D. Hanley mengingatkan setiap kasus penipuan memiliki dampak sosial nyata. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil diharapkan bersatu membangun kembali kepercayaan digital.
“Penipuan tidak hanya mengambil uang, tetapi juga kepercayaan antar manusia,” ujarnya.
 
											 
														 
														 
														 
														 
														 
														 
											 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
																 
								 
								 
								 
								