...Kita harus menghargai perjuangan para tokoh pemimpin bangsa, termasuk para mantan Presiden yang telah memimpin Indonesia
Jakarta (KABARIN) - Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, menyebut para mantan presiden Indonesia yang telah wafat pantas mendapatkan gelar pahlawan nasional. Menurutnya, jasa dan pengorbanan mereka saat memimpin bangsa tidak bisa dilupakan begitu saja.
“Setiap zaman ada tokoh pahlawannya. Kita harus menghargai perjuangan para tokoh pemimpin bangsa, termasuk para mantan Presiden yang telah memimpin Indonesia. Mereka adalah pahlawan bagi bangsa Indonesia. Pak Karno, Pak Harto, Pak Habibi, dan Gus Dur, adalah para pemimpin bangsa yang layak menjadi pahlawan,” ujar Niam dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Niam mengingatkan masyarakat untuk menghargai jasa para pemimpin terdahulu. Ia menegaskan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawannya, termasuk mereka yang pernah memimpin negeri ini. Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak terjebak pada dendam atau keburukan masa lalu karena tidak ada pemimpin yang sempurna.
“Dan usulan pahlawan dari para tokoh berbagai latar belakang itu menunjukkan kenegarawanan Presiden Prabowo untuk merangkul dan membangun harmoni serta kebersamaan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa dalam ajaran Islam, umat diajarkan untuk mengenang jasa dan kebaikan orang yang telah meninggal dunia, terlebih jika mereka adalah pemimpin yang telah menanamkan banyak kebaikan bagi bangsanya. “Dalam Islam, diperintahkan untuk mengingat jasa dan kebaikan orang yang telah wafat, terlebih itu adalah pemimpin yang secara nyata telah berjasa dan menanam kebaikan bagi bangsa,” kata Kiai Niam.
Sementara itu, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur juga mendukung rencana pemerintah untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia menilai kedua tokoh tersebut memiliki kontribusi besar dalam dua masa kepemimpinan yang berbeda.
Menurutnya, bangsa Indonesia perlu belajar dari masa lalu agar bisa melangkah ke masa depan dengan lebih bijak. “Dalam tradisi keilmuan Islam, ada kaidah penting: Al-muhafazhah ‘ala al-qadim ash-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah, menjaga yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik,” ujar Gus Fahrur.