Jakarta (KABARIN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyoroti perjalanan panjang Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ponorogo, Agus Pramono (AGP) yang mampu bertahan di jabatannya selama 12 tahun — sebuah durasi yang tidak biasa di posisi strategis birokrasi daerah.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa pihaknya kini mendalami bagaimana Agus bisa mempertahankan jabatan tersebut, termasuk kemungkinan adanya praktik suap atau gratifikasi yang mengiringi masa jabatannya.
“Dia menerima (dugaan suap) dari kepala dinas. Nah, untuk mempertahankan jabatannya apakah dia juga memberi kepada bupati? Itu yang sedang kami dalami,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (9/11).
4 pejabat jadi tersangka
Agus Pramono bukan satu-satunya pejabat yang terseret. KPK resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan jabatan, proyek pekerjaan di RSUD Dr. Harjono Ponorogo, dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Keempatnya adalah:
-
Sugiri Sancoko (SUG) — Bupati Ponorogo periode 2021–2025 dan 2025–2030
-
Agus Pramono (AGP) — Sekretaris Daerah Ponorogo
-
Yunus Mahatma (YUM) — Direktur RSUD Dr. Harjono Ponorogo
-
Sucipto (SC) — Pihak swasta/rekanan proyek RSUD
Menurut KPK, dalam klaster dugaan suap pengurusan jabatan, Sugiri dan Agus diduga sebagai penerima suap, sementara Yunus Mahatma bertindak sebagai pemberi.
Sedangkan untuk proyek pekerjaan di RSUD, Sugiri kembali disebut sebagai penerima bersama Yunus, dan Sucipto diduga menjadi pihak yang memberikan suap tersebut.
Asep menjelaskan, salah satu fokus penyelidikan saat ini adalah peran Agus Pramono sebagai perantara suap jabatan, sebelum uang atau keputusan akhirnya sampai ke tangan Bupati Ponorogo.
“Pengurusan jabatan ini lewat Sekda dulu, baru ke bupati,” katanya.
Meski begitu, Asep menegaskan bahwa sejauh ini Agus baru ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, bukan sebagai pemberi.
KPK juga akan menelusuri aliran uang, sumber dana, serta bagaimana mekanisme “pengurusan jabatan” itu berlangsung di internal Pemkab Ponorogo.
Menguak kembali soal jual-beli jabatan
Kasus Ponorogo ini kembali membuka perbincangan publik tentang budaya korupsi dalam birokrasi daerah, khususnya dalam hal jual-beli jabatan dan proyek pemerintahan.
Fakta bahwa seorang Sekda bisa bertahan 12 tahun di posisi strategis menimbulkan pertanyaan besar — apakah itu karena kinerja dan integritas, atau ada sistem lain yang menopangnya di balik layar?
Bagi KPK, kasus ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap relasi kekuasaan dan praktik gratifikasi yang mengakar di pemerintahan daerah.