G20 2025 dimulai di Afrika, fokus pada utang negara miskin dan transisi energi

waktu baca 2 menit

Istanbul (KABARIN) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 resmi dibuka di Johannesburg, Afrika Selatan, Sabtu, menandai pertama kalinya forum ekonomi global tersebut diselenggarakan di benua Afrika. Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa membuka pertemuan dua hari itu dengan menegaskan komitmen negaranya menjaga integritas G20 dan memperjuangkan kepentingan negara berkembang.

Dengan mengusung tema “solidaritas, kesetaraan, dan keberlanjutan”, KTT G20 tahun ini akan berfokus pada isu besar yang menekan negara-negara berpenghasilan rendah, terutama keringanan utang, pembiayaan iklim, serta percepatan pembangunan inklusif. Ramaphosa menekankan bahwa kesenjangan ekonomi global yang masih lebar merupakan hambatan utama bagi stabilitas dunia.

Ia menegaskan pentingnya membongkar berbagai bentuk sekat sosial—termasuk status ekonomi, jender, ras, dan geografi—serta memastikan negara-negara global Selatan mendapatkan porsi yang adil dalam agenda G20. Menurutnya, stabilitas negara berkembang berkontribusi besar terhadap keamanan global, pengendalian migrasi, hingga pengurangan risiko konflik.

Para pemimpin negara G20 akan membahas adaptasi iklim, transisi menuju energi bersih, serta strategi kolaborasi internal blok tersebut. Di sela agenda utama, sejumlah pertemuan bilateral juga digelar.

Ramaphosa merinci empat prioritas utama presidensi G20 Afrika Selatan:

  • peningkatan ketahanan bencana bagi negara rentan,
  • keberlanjutan utang bagi negara berpendapatan rendah,
  • mobilisasi pendanaan untuk transisi energi yang adil, dan
  • peningkatan pembiayaan iklim serta pemanfaatan mineral penting untuk pertumbuhan inklusif.

Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan menyebut 42 negara diperkirakan hadir dalam KTT bersejarah ini. Namun, Amerika Serikat—salah satu anggota pendiri G20—memutuskan memboikot acara tersebut. Presiden Donald Trump sebelumnya menuduh Afrika Selatan melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Afrikaner kulit putih, klaim yang telah berulang kali dibantah Pretoria.

Terlepas dari dinamika politik tersebut, Ramaphosa menegaskan bahwa kepresidenan G20 Afrika yang pertama harus menghasilkan forum yang lebih kuat, lebih inklusif, dan lebih representatif terhadap realitas global saat ini.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka