Depok (KABARIN) - Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) menegaskan bahwa revisi Undang-undang Pemilu harus benar-benar mampu memberikan perlindungan bagi perempuan dari kekerasan politik. Menurut mereka, momentum revisi ini penting untuk memastikan ruang politik yang lebih aman dan setara bagi semua.
"Revisi UU Pemilu menjadi momentum penting untuk memastikan adanya struktur regulasi yang melindungi perempuan dan mendorong partisipasi politik yang lebih setara," kata Direktur Puskapol UI Hurriyah di Depok, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan lewat policy brief berbasis riset terbaru Puskapol UI. Mereka memberikan dua rekomendasi strategis agar revisi UU Pemilu dapat memperkuat demokrasi yang inklusif dan responsif terhadap isu gender.
Pertama, memperkuat afirmasi gender. Hurriyah menilai penguatan kebijakan afirmasi perlu dilakukan sejak dari tubuh partai politik. Caranya, memastikan kepengurusan partai di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota memiliki minimal 30 persen perempuan. Hal yang sama juga harus berlaku untuk lembaga penyelenggara pemilu dengan mengubah frasa “memperhatikan” menjadi “memuat 30 persen keterwakilan perempuan”.
Ia juga mendorong penerapan sistem zipper murni, serta mewajibkan distribusi calon perempuan minimal 30 persen di setiap daerah pemilihan. Selain itu, partai yang patuh perlu diberi insentif, sementara yang melanggar harus diberi sanksi. “Tetapkan syarat minimal tiga tahun keanggotaan partai dan pendidikan kader untuk calon legislatif,” ujarnya.
Kedua, mengintegrasikan perlindungan terhadap kekerasan politik berbasis gender.
Hurriyah menekankan pentingnya mendefinisikan bentuk-bentuk kekerasan politik berbasis gender dalam UU Pemilu, serta menyediakan mekanisme pengaduan yang cepat, rahasia, dan sensitif terhadap korban.
"Berikan perlindungan hukum dan psikologis bagi korban, saksi, dan pelapor. Wajibkan KPU dan Bawaslu untuk mengedukasi partai, calon, dan pemilih tentang kekerasan politik berbasis gender sebagai pelanggaran serius terhadap demokrasi," katanya.
Puskapol UI bersama koalisi masyarakat sipil lainnya menyerukan komitmen bersama dari pembuat kebijakan, partai politik, penyelenggara pemilu, hingga masyarakat luas untuk mengawal proses revisi UU Pemilu. Tujuannya, menciptakan ruang politik yang aman, setara, dan bebas dari kekerasan.
"Demokrasi yang inklusif bukan hanya hak perempuan, tetapi prasyarat bagi keadilan dan kualitas demokrasi Indonesia. Tanpa langkah konkret ini, demokrasi kita berisiko terus mereproduksi ketimpangan dan kekerasan terhadap perempuan," tegas Hurriyah.