Kami mendesak agar ada sanksi yang tegas bagi yang melanggar, baik si pelaku maupun perguruan tinggi tempat kejadian, sebagai teguran keras atas kelalaian dalam menghadirkan lingkungan yang aman
Samarinda (KABARIN) - Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyerukan perlunya tindakan tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam tindak kekerasan di lingkungan perguruan tinggi agar kampus benar-benar menjadi tempat belajar yang aman bagi semua.
"Kami mendesak agar ada sanksi yang tegas bagi yang melanggar, baik si pelaku maupun perguruan tinggi tempat kejadian, sebagai teguran keras atas kelalaian dalam menghadirkan lingkungan yang aman" ujar Hetifah Sjaifudian dalam pernyataannya yang disampaikan secara hibrid dari Samarinda.
Ia menegaskan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang yang inklusif dan bebas dari ancaman fisik, psikis, maupun kekerasan seksual. Legislator asal Kalimantan Timur itu juga menyoroti tingginya kasus kekerasan di daerahnya yang mencapai 1.008 laporan berdasarkan data Simfoni PPA.
Menurut Hetifah, upaya menghapus kekerasan masih terhambat karena rendahnya literasi serta kuatnya budaya patriarki yang cenderung menempatkan perempuan dalam posisi rentan. Ia menyoroti adanya rape culture di lingkungan kampus yang membuat kekerasan seksual sering dianggap wajar dalam interaksi sosial.
Situasi ini semakin berat karena banyak korban enggan melapor, baik karena takut disalahkan maupun khawatir dianggap mencemarkan nama baik. Untuk merespons hal tersebut, Kemendiktisaintek telah memperkuat kebijakan dengan membentuk Pusat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi sebagai langkah konkret mengatasi masalah ini.
Hetifah mengingatkan bahwa regulasi saja tidak cukup tanpa dukungan aktif dari orang tua, mahasiswa, dan masyarakat dalam mengawasi lingkungan pendidikan. Ia menekankan bahwa penanganan yang efektif membutuhkan sistem pelaporan yang ramah korban, cepat, aman, serta didukung kerja sama dengan kepolisian dan tenaga psikolog.
Ia mengajak semua pihak untuk menghentikan normalisasi pelecehan dan berani memutus rantai relasi kuasa yang selama ini membuat korban bungkam.
"Kami berharap upaya kolaboratif ini dapat memulihkan mental korban, sekaligus mencegah berulangnya kasus serupa pada masa depan" kata Hetifah.