Krisis Rafah memanas: Negara Arab kompak tolak pengusiran warga Palestina

waktu baca 2 menit

Abu Dhabi (KABARIN) - Menlu dari berbagai negara Arab dan Muslim menyuarakan kekhawatiran mendalam atas rencana Israel yang ingin membuka Perlintasan Rafah hanya satu arah—mengizinkan penduduk Gaza keluar ke Mesir tanpa dapat kembali lagi. Pernyataan tersebut disampaikan dalam komunike bersama pada Jumat (5/12).

Para Menteri Luar Negeri dari Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, Indonesia, Pakistan, Turkiye, Arab Saudi, dan Qatar menegaskan bahwa setiap bentuk pengusiran paksa warga Palestina tidak dapat diterima. Mereka menuntut agar seluruh pihak tetap patuh pada rencana yang diusulkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menekankan bahwa Perlintasan Rafah harus dibuka dua arah demi menjamin kebebasan bergerak masyarakat Gaza.

Dalam pernyataan itu, para menlu menegaskan bahwa membiarkan warga Palestina tetap tinggal di tanah mereka sendiri adalah bagian dari upaya jangka panjang untuk menciptakan stabilitas, mempercepat rekonstruksi, dan memperbaiki kondisi kemanusiaan yang terus memburuk.

Mereka juga menyoroti pentingnya:

  • menjaga gencatan senjata,
  • memastikan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan,
  • memulai pemulihan dan rekonstruksi lebih awal,
  • serta menciptakan ruang bagi Otoritas Palestina untuk kembali menjalankan tanggung jawab di Gaza.

Sebelumnya, Israel mengumumkan rencana pembukaan kembali Rafah dalam beberapa hari mendatang, berdasarkan perjanjian gencatan senjata dengan Hamas pada Oktober. Namun, perlintasan itu disebut hanya akan berfungsi satu arah—keluar dari Gaza tanpa akses kembali. Mesir membantah keras adanya koordinasi mengenai rencana tersebut.

Sejak Mei 2024, Perlintasan Rafah sering ditutup setelah Israel mengambil alih sisi Palestina. Padahal, jalur ini merupakan pintu masuk utama bantuan kemanusiaan dan satu-satunya akses keluar bagi banyak warga Palestina.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka