Kota Bogor (KABARIN) - Guru Besar IPB University sekaligus Kepala Pusat Sains Halal, Prof Khaswar Syamsu, mendorong Indonesia bergerak lebih serius menuju posisi sebagai pusat halal dunia. Menurutnya, peluang Indonesia sangat besar, tapi butuh lompatan lewat riset dan inovasi.
Dalam keterangan IPB University yang dirilis di Bogor, Senin, Prof Khaswar menyoroti dinamika industri halal global yang terus tumbuh. Pada 2024, belanja konsumen Muslim di seluruh dunia mencapai 2,43 triliun dolar AS.
"Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 3,36 triliun dolar AS pada 2028," ujarnya.
Meski pasar halal global terus melejit, Indonesia belum berada di puncak. Negeri ini duduk di posisi ketiga indikator ekonomi Islam global, dan khusus sektor pangan halal bahkan turun ke peringkat keempat.
Prof Khaswar menegaskan bahwa jumlah penduduk Muslim terbesar sekalipun tidak otomatis menjadikan Indonesia pemimpin industri halal dunia.
"Kita membutuhkan dukungan sains, inovasi, dan Sistem Jaminan Produk Halal yang kuat. Indonesia berisiko hanya menjadi pasar dan konsumen produk halal terbesar di dunia, bukan produsen utamanya," katanya.
Menurutnya, penguatan ekosistem halal harus bertumpu pada riset dan inovasi yang menyentuh berbagai aspek, mulai dari efisiensi proses produksi, riset bahan alternatif halal, digitalisasi dan traceability, pengujian bahan non-halal, sampai kolaborasi research and development (RnD) dengan industri.
Pandangan ini senada dengan Prof Arif Satria, mantan Rektor IPB University yang kini menjabat Kepala BRIN sejak November lalu. Ia menyoroti tantangan Indonesia dalam Global Innovation Index (GII), terutama pada aspek input inovasi yang melemah pada 2025.
"Peringkat GII Indonesia turun satu tingkat di tahun 2025, terutama karena melemahnya input inovasi, namun, bila dibandingkan dengan 2021, kita melihat banyak kemajuan. Output inovasi kita terus membaik, belanja riset pemerintah dan swasta meningkat, dan jumlah paten asal Indonesia naik tajam," kata Prof Arif, yang juga Ketua ICMI.
Menurut dia, capaian tersebut menunjukkan Indonesia mulai memasuki fase innovation-driven economy. Untuk memperkuat posisi itu, Indonesia membutuhkan ekosistem riset yang kokoh, mulai dari infrastruktur, SDM kompeten, pendanaan berkelanjutan, hingga agenda riset nasional yang terintegrasi.
"Kami menyiapkan agenda riset nasional berbasis SDGs (Sustainable Development Goals) dari pangan, energi, kesehatan, hingga ekonomi berbasis pengetahuan," ujarnya.
Prof Khaswar menilai kombinasi antara riset halal yang kuat dan konsolidasi ekosistem inovasi nasional adalah pondasi utama jika Indonesia ingin naik level dari pasar halal terbesar menjadi produsen halal global.
"Sinergi tersebut menjadi langkah strategis dalam mewujudkan Indonesia sebagai pusat halal dunia," katanya.