Semarang (KABARIN) - Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menunjukkan kepedulian nyata terhadap mahasiswa yang terdampak banjir di sejumlah wilayah Sumatera. Tak hanya bergerak dalam misi kemanusiaan, Undip juga mengambil langkah konkret dengan membebaskan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) serta memberikan bantuan hidup hingga kondisi kembali normal.
Rektor Undip, Prof. Suharnomo, menegaskan bahwa langkah tersebut lahir dari nilai kemanusiaan yang menjadi fondasi perguruan tinggi. Sejak awal bencana, Undip langsung mengirimkan tim relawan ke lokasi terdampak.
“Sejak awal kami langsung bergerak. Tim pertama berangkat pada 2 Desember 2025, kemudian disusul tim kedua pada 10 Desember dengan fokus layanan medis dan logistik,” ujar Suharnomo di Semarang, Sabtu.
Berdasarkan pendataan sementara, Undip mencatat 95 mahasiswa terdampak banjir yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari S1, S2, hingga S3, serta tersebar di seluruh fakultas dan sekolah vokasi. Proses pendataan ini masih terus dibuka, sehingga jumlah mahasiswa penerima bantuan berpotensi bertambah.
Tak berhenti pada masa tanggap darurat, Undip juga menyiapkan program pemulihan jangka panjang yang mencakup aspek kesehatan, sosial, ekonomi, hingga budaya masyarakat terdampak. Koordinasi intensif dengan pemerintah daerah dan tokoh masyarakat dilakukan agar bantuan tepat sasaran dan berkelanjutan.
“Tahap awal kami fokus pada layanan medis dan penyediaan air bersih. Setelah itu, Undip siap terlibat dalam pemulihan sosial dan ekonomi melalui pendampingan multidisiplin,” jelas Suharnomo.
Sebagai solusi konkret atas krisis air bersih, Undip juga menyiapkan teknologi desalinasi air siap minum. Dari empat mesin yang tersedia, satu unit dijadwalkan dikirim melalui jalur darat pada Senin (15/12), sementara sisanya menyusul.
Menurut Suharnomo, bencana banjir tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga berdampak pada kesehatan, kondisi psikososial, pendidikan, serta keberlangsungan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, Undip merasa memiliki tanggung jawab moral untuk hadir sebagai bagian dari solusi.
“Undip mungkin bukan yang terbesar, tetapi kami ingin terus hadir secara konsisten, profesional, dan penuh empati. Ini adalah panggilan kemanusiaan,” tutupnya.