Istanbul (KABARIN) - Thailand meminta Kamboja untuk lebih dulu mengumumkan gencatan senjata guna menghentikan bentrokan mematikan di perbatasan kedua negara yang sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 52 orang dari kedua pihak.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Maratee Nalita Andamo, mengatakan setiap gencatan senjata harus memenuhi syarat tertentu dan benar-benar bisa dipercaya. Menurutnya, Kamboja memiliki tanggung jawab untuk mengambil langkah pertama.
“Menjadi kewajiban Kamboja untuk memulai gencatan senjata karena merekalah yang melanggar wilayah Thailand,” ujar Andamo pada Selasa (16/12), seperti dilaporkan Thai PBS.
Selain itu, Thailand juga meminta Kamboja bekerja sama membersihkan ranjau di sepanjang wilayah perbatasan sebagai salah satu syarat utama penghentian pertempuran. Thailand menuding Kamboja telah menanam ranjau darat baru di area perbatasan, meski tuduhan tersebut dibantah oleh pihak Kamboja.
Di sisi lain, Kamboja justru mendesak Konvensi Senjata Munisi Curah (CCM) untuk mengecam apa yang mereka sebut sebagai “penggunaan munisi curah oleh Thailand di wilayah sipil.” Desakan itu disampaikan Kementerian Informasi Kamboja dalam pernyataan resminya pada Selasa. Meski Thailand bukan negara penandatangan konvensi tersebut, Kamboja tetap meminta para anggota CCM menyoroti dampak kemanusiaan dari penggunaan senjata tersebut.
Situasi di lapangan masih memanas. Harian Thailand Khaosod melaporkan dua tentara Thailand tewas pada Selasa malam, sehingga total tentara Thailand yang meninggal dalam konflik ini mencapai 19 orang. Selain itu, 16 warga sipil Thailand juga dilaporkan tewas.
Sementara dari pihak Kamboja, Kementerian Dalam Negeri setempat mencatat 17 warga sipil meninggal dunia dan 77 orang lainnya mengalami luka-luka, menurut kantor berita resmi Agence Kampuchea Presse.
Di tengah ketegangan tersebut, jam malam di Provinsi Trat, Thailand, akhirnya dicabut setelah situasi dinilai berhasil dikendalikan. Hal ini disampaikan Juru Bicara Asisten Angkatan Laut Kerajaan Thailand, Napassakorn Tipso, seperti dikutip The Nation.
Bentrokan ini terus berlanjut meski Presiden AS Donald Trump sebelumnya, pada Jumat (12/12), menyebut para pemimpin Thailand dan Kamboja telah sepakat menghentikan pertempuran. Padahal, pada Oktober lalu, kedua negara juga sempat menandatangani perjanjian damai di Kuala Lumpur di hadapan Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim. Namun, kesepakatan itu ditangguhkan setelah seorang tentara Thailand terluka parah akibat ledakan ranjau darat.
Thailand juga menyebut sekitar 18 tentara Kamboja masih ditahan terkait berbagai insiden di perbatasan dalam lima bulan terakhir. Sengketa wilayah antara kedua negara memang sudah berlangsung lama dan berulang kali memicu kekerasan, termasuk bentrokan pada Juli lalu yang menewaskan sedikitnya 48 orang.
Sumber: Anadolu