Kesiapan emosional orang tua dinilai penting cegah kekerasan pada anak

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Kesiapan menjadi orang tua ternyata tidak hanya soal ekonomi atau usia. Psikolog Universitas Gadjah Mada Novi Poespita Candra menekankan bahwa kemampuan mengelola emosi justru memegang peran besar dalam mencegah terjadinya kekerasan pada anak.

Menurut Novi, kematangan emosi seharusnya sudah terbentuk sejak jauh sebelum seseorang menikah dan memiliki anak. Orang tua yang siap adalah mereka yang mampu memahami, mengendalikan, dan menyalurkan emosinya secara sehat dalam berbagai situasi kehidupan sehari hari.

“Seseorang yang siap jadi orang tua itu harus mampu mengelola dan meregulasi emosinya dengan baik. Secara sosial, ia juga mampu berkomunikasi dalam berbagai situasi dan membangun relasi yang sehat,” kata Novi saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan bahwa kesiapan psikologis sebagai orang tua bisa dilihat dari tiga aspek utama yaitu emosi, kognitif, dan sosial. Ketiganya tercermin dalam cara seseorang bersikap, mengambil keputusan, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Dari sisi emosional, individu yang matang mampu merespons situasi dengan stabil dan tidak meledak ledak. Sementara secara kognitif, ia dapat menimbang persoalan secara rasional tanpa mengabaikan intuisi. Di sisi sosial, orang tersebut sanggup menyesuaikan komunikasi sesuai konteks dan menjalin hubungan yang sehat.

Novi juga mengingatkan bahwa kemampuan orang tua mengelola emosi sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, terutama pada usia nol hingga tujuh tahun. Pada fase ini, anak menyerap banyak hal secara tidak sadar dari lingkungan terdekatnya.

Ia menyebut proses tersebut dikenal sebagai teori social learning, di mana anak meniru sikap dan perilaku orang tua tanpa disadari.

“Anak belajar mengenal emosi dan cara mengelolanya dari orang tuanya. Jika orang tua mampu mengelola emosi dengan baik, anak akan meniru hal yang sama, begitu pula sebaliknya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Novi mengungkapkan tanda tanda stres berat pada orang tua yang bisa berdampak buruk bagi anak. Bentuknya bisa berupa agresivitas pasif seperti menarik diri, diam berkepanjangan, hingga memutus komunikasi. Ada pula agresivitas aktif berupa bentakan, kata kata kasar, bahkan kekerasan fisik.

Karena itu, ia menilai edukasi pengasuhan anak perlu diberikan sejak dini. Pendidikan emosi dan sosial, menurutnya, sebaiknya sudah mulai diperkenalkan di lingkungan sekolah agar kesadaran terbentuk lebih awal.

Selain itu, persiapan mental sebelum menikah juga dinilai penting. Novi menyarankan calon orang tua untuk mengenali bagaimana pasangan bereaksi saat berada di bawah tekanan sebagai langkah pencegahan kekerasan terhadap anak.

“Pendidikan menjadi orangtua sebelum menikah dengan melakukan cek pada perilaku pasangan atau calon pasangan, terutama ketika menghadapi situasi tidak biasa. Bagaimana reaksinya. Itu sangat penting,” ungkap Novi.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka