Jakarta (KABARIN) - Kejaksaan Agung mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan sementara tiga jaksa yang kini berstatus tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang berkaitan dengan penanganan perkara ITE.
Ketiga jaksa tersebut masing-masing berinisial HMK yang sebelumnya menjabat Kepala Seksi Pidana Umum di Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, RV yang bertugas sebagai Kepala Seksi D di Kejaksaan Tinggi Banten, serta RZ yang menjabat Kepala Subbagian Daskrimti di Kejati Banten.
"(Jabatannya) sudah copot, lepas. Sudah diberhentikan sementara sampai nanti punya kekuatan hukum yang tetap," ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Anang Supriatna di Jakarta, Jumat.
Anang menjelaskan, keputusan pemberhentian sementara itu mulai berlaku sejak hari ini. Konsekuensinya, ketiganya juga tidak lagi menerima gaji selama proses hukum berjalan.
"Nanti dari etik sambil berjalan. Yang jelas, ketika ada pidana, pidana didahulukan," ucapnya.
Selain ketiga jaksa tersebut, penyidik juga menetapkan dua pihak swasta sebagai tersangka. Keduanya yakni DF yang berperan sebagai penasihat hukum dan MS yang bertindak sebagai penerjemah bahasa.
Anang menuturkan, perkara ini berkaitan dengan operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di wilayah Banten. Sebelum OTT dilakukan, tim intelijen Kejagung sebenarnya telah lebih dulu mencium adanya kejanggalan dalam penanganan perkara ITE yang ditangani para jaksa tersebut.
"Ini terkait dengan penanganan perkara tindak pidana umum ITE, di mana yang melibatkan warga negara asing sebagai pelapor dan juga tersangkanya ada warga negara asing dan warga negara Indonesia," katanya.
Kejagung kemudian menaikkan status penanganan perkara dengan menerbitkan surat perintah penyidikan pada 17 Desember 2025. Dari proses itu, lima orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni MS, RZ, DF, RV, dan HMK.
Di sisi lain, KPK juga melakukan penyelidikan atas perkara yang sama dan melakukan OTT terhadap RZ, DF, serta MS. Setelah dilakukan koordinasi, penanganan hukum terhadap para tersangka tersebut akhirnya diserahkan kepada Kejaksaan Agung.
"Yang jelas, pada saat OTT kami sudah mengeluarkan sprindik. Kemudian, KPK OTT. Karena kita beri tahu bahwa kita sudah melakukan sprindik, akhirnya dengan koordinasi yang baik, diserahkan ke kami," kata Anang.
Atas dugaan perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Saat ini, mereka ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Dalam pengungkapan kasus tersebut, penyidik juga menyita uang tunai senilai Rp941 juta. Uang itu diduga berasal dari tiga pihak yang terkait dalam perkara ITE, yakni terdakwa berinisial TA yang merupakan warga negara Indonesia, terdakwa CL warga negara Korea Selatan, serta seorang saksi berinisial IL.