Jakarta (KABARIN) - Migrant Care menekankan pentingnya pemerintah menerapkan aturan internasional terkait perlindungan pekerja migran ke dalam kebijakan nasional.
Hingga saat ini, Indonesia belum punya peta jalan yang jelas soal tata kelola tenaga kerja migran yang berbasis pada pemenuhan hak-hak mereka, kata Migrant Care dalam pernyataan resmi pada Jumat.
Organisasi ini menilai masalah semakin rumit karena ada tumpang tindih kewenangan, minim koordinasi, dan ego sektoral antarinstansi yang seharusnya melindungi dan memberdayakan pekerja migran.
Migrant Care menegaskan pekerja migran seharusnya tidak dipandang sekadar sebagai sumber devisa bagi pembangunan.
Mereka juga mendorong DPR segera membahas revisi UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan acuan pada komitmen Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration serta implementasi Konvensi Internasional tentang Hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
Selain itu, Migrant Care meminta pemerintah lebih serius menangani kasus-kasus yang menimpa pekerja migran, khususnya yang rentan terhadap kerja paksa dan perdagangan manusia.
Kelompok ini biasanya termasuk asisten rumah tangga, awak kapal, pekerja perikanan dan perkebunan, serta mereka yang berada di negara konflik atau dipaksa melakukan kejahatan digital.
"Tidak boleh ada kriminalisasi terhadap korban perdagangan orang dengan menerapkan non-punishment principal untuk korban perdagangan orang," sebut pernyataan Migrant Care.
Hari Migran Internasional yang diperingati setiap 18 Desember menjadi momentum global untuk mengakui hak-hak pekerja migran dan keluarganya. Tema tahun ini, My Great Story: Cultures and Development, menekankan peran migrasi pekerja dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kualitas hidup, dan menghubungkan komunitas untuk saling mendukung.