Industri furnitur Indonesia tertekan Vietnam, pemerintah siapkan insentif

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Industri furnitur Indonesia tengah menghadapi tantangan besar di pasar global. Persaingan ketat dengan negara-negara seperti Vietnam membuat pelaku usaha dalam negeri kian tertekan, terutama dari sisi biaya pembiayaan yang dinilai masih tinggi.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta adanya insentif pembiayaan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri furnitur nasional agar mampu bersaing di pasar internasional.

“Daya saing mereka dengan luar, ada Vietnam dan negara lain, dari sisi pembiayaan terganggu karena bunga di sana lebih rendah,” ujar Purbaya usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Menurutnya, pelaku industri furnitur mempertanyakan kemungkinan adanya skema pembiayaan khusus dari pemerintah yang dapat meringankan beban modal usaha. Salah satu opsi yang dinilai berpotensi dimanfaatkan adalah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Namun, Purbaya mengakui bahwa penyaluran pembiayaan LPEI ke sektor furnitur saat ini masih sangat terbatas. “Jumlah yang disalurkan LPEI masih kecil. Mereka bilang baru sekitar Rp200 miliar, padahal kebutuhan industri furnitur bisa mencapai Rp16 triliun,” jelasnya.

Meski demikian, pemerintah tidak serta-merta mengucurkan dukungan tanpa evaluasi. Purbaya menegaskan perlunya pembenahan internal di tubuh LPEI, mengingat lembaga tersebut sebelumnya menghadapi sejumlah persoalan yang harus diselesaikan agar pembiayaan benar-benar efektif dan tepat sasaran.

Di sisi lain, pemerintah membuka peluang pemberian insentif pembiayaan maupun kebijakan pendukung lainnya, selama kebijakan tersebut mampu meningkatkan daya saing industri furnitur Indonesia yang memiliki potensi ekspor besar.

Sebelumnya, Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menyampaikan bahwa industri furnitur nasional masih tertinggal jauh jika dibandingkan peluang pasar global. Nilai ekspor furnitur dunia diperkirakan mencapai 300 miliar dolar AS, sementara kontribusi Indonesia baru sekitar 2,5 miliar dolar AS.

“Kami mendiskusikan deregulasi dan insentif, mulai dari pendanaan hingga fokus pada industrialisasi,” kata Anindya.

Selain pembiayaan, pelaku usaha juga mendorong diversifikasi pasar ekspor. Pasalnya, sekitar 60 persen ekspor furnitur Indonesia saat ini masih bergantung pada pasar Amerika Serikat, sehingga rentan terhadap gejolak ekonomi global.

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, industri furnitur Indonesia diharapkan mampu naik kelas, memperluas pasar, dan menjadi pemain utama di tengah ketatnya persaingan global.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka