Jakarta (KABARIN) - Tim kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019 sampai 2024, Nadiem Anwar Makarim, menyampaikan bahwa kliennya sebenarnya ingin proses persidangan berjalan secepat mungkin. Hal itu terkait perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan berupa pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management di Kemendikbudristek pada rentang 2019 hingga 2022.
Penasihat hukum Nadiem, Ari Yusuf Amir, mengatakan keinginan tersebut muncul karena Nadiem ingin perkara ini segera selesai dan seluruh duduk persoalannya bisa dijelaskan secara terbuka kepada masyarakat.
"Pak Nadiem sendiri dari kemarin dia ingin cepat-cepat segera mulai sidang, tetapi kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan seperti itu," ujar Ari saat ditemui usai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.
Ari juga menegaskan pihaknya siap membeberkan isi percakapan dalam grup Whatsapp yang berkaitan dengan rencana pengadaan laptop Chromebook, yang di dalamnya turut diikuti oleh Nadiem.
Keinginan agar proses hukum segera rampung juga disampaikan oleh ibunda Nadiem, Atika Algadrie. Meski begitu, ia menilai kondisi kesehatan sang anak tetap harus menjadi prioritas utama sebelum persidangan dilanjutkan.
Atika menceritakan dirinya sempat menjenguk Nadiem beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, Nadiem memberikan sepucuk surat untuk memperingati Hari Ibu.
"Surat itu sangat membuat saya terenyuh dan sedih, tetapi juga ada energi di situ untuk terus berjuang bagi kebenaran ini," kata Atika.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kembali menunda sidang perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan yang menjerat Nadiem. Penundaan dilakukan karena kondisi Nadiem yang masih menjalani pemulihan usai operasi.
"Kami berikan kesempatan untuk menjalani masa perawatan selama 21 hari dan akan dibuka kembali persidangan pada hari Senin, tanggal 5 Januari 2026," ujar Hakim Ketua Purwanto Abdullah saat sidang pembacaan surat dakwaan, Selasa.
Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan sejatinya dijadwalkan berlangsung pada Selasa 16 Desember. Namun, agenda tersebut ditunda lantaran Nadiem masih dibantarkan karena alasan kesehatan.
Selain Nadiem, perkara ini juga melibatkan empat tersangka lain, yakni Sri Wahyuningsih, Ibrahim, Mulyatsyah, serta mantan Staf Khusus Mendikbudristek Jurist Tan. Tiga nama pertama telah menjalani sidang dakwaan pada 16 Desember, sementara berkas Jurist Tan belum dilimpahkan karena yang bersangkutan masih berstatus buron.
Dalam persidangan terhadap Sri, Ibrahim, dan Mulyatsyah, terungkap dugaan kerugian negara mencapai Rp2,18 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari Rp1,56 triliun terkait program digitalisasi pendidikan dan 44,05 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp621,39 miliar dari pengadaan CDM yang dinilai tidak diperlukan serta tidak memberikan manfaat.
Fakta persidangan juga mengungkap adanya sejumlah pihak yang diduga menerima keuntungan, termasuk Nadiem yang disebut menerima dana sebesar Rp809,59 miliar dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa melalui PT Gojek Indonesia.